Timur Tengah Memanas, Harga Minyak Naik Lebih 1% Sentuh US$ 88/Barel
Harga minyak naik pada Selasa (2/4) didukung oleh meningkatnya kekhawatiran akan meluasnya konflik di tumur tengah yang dapat mempengaruhi pasokan dari wilayah tersebut, serta adanya sinyal bahwa permintaan akan membaik di Cina dan Amerika Serikat (AS).
Harga Brent berada di level US$ 88,37 per barel, naik 1,09% dibandingkan sesi sebelumnya, sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) naik 1,21% ke US$ 84,72 per barel.
“Katalis bullish untuk harga minyak terus meningkat, dengan kondisi ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan di Cina dan AS menawarkan prospek permintaan yang lebih optimis, sementara ketegangan geopolitik di Timur Tengah terus memanas dengan keterlibatan Iran,” kata ahli strategi pasar IG Yeap Jun Rong seperti dikutip Reuters.
Aktivitas manufaktur di Cina pada Maret meningkat untuk pertama kalinya dalam enam bulan dan di AS untuk pertama kalinya dalam satu tahun, yang berarti peningkatan permintaan minyak tahun ini.
Cina adalah importir minyak mentah terbesar di dunia dan konsumen terbesar kedua, sedangkan AS adalah konsumen terbesar.
Di Timur Tengah, serangan Israel terhadap kedutaan Iran di Suriah menewaskan tujuh penasihat militer, di antaranya tiga komandan senior, menandai peningkatan perang di Gaza antara Israel dan Hamas, yang didukung oleh Iran.
Meluasnya konflik yang telah berlangsung selama hampir setengah tahun hingga melibatkan Israel yang secara langsung melawan Iran telah memicu kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap pasokan minyak.
“Sampai saat ini, pasar belum mengkhawatirkan gangguan pasokan, karena perang masih terkendali. Keterlibatan Iran dapat menyebabkan pasokan minyaknya terancam,” tulis analis ANZ dalam sebuah catatan.
OPEC dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, akan mengadakan pertemuan online Komite Pemantau Tingkat Menteri Gabungan pada Rabu (3/4) untuk meninjau pasar dan penerapan pengurangan produksi oleh anggotanya.
Para anggota diperkirakan akan mempertahankan kebijakan pasokan mereka saat ini yang menyerukan pengurangan produksi secara sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari (bph) hingga akhir kuartal kedua.
Produksi OPEC turun pada bulan lalu sebesar 50.000 bph, yang menunjukkan bahwa pemotongan sukarela tersebut mempunyai dampak. Disiplin yang lebih tinggi dalam pengurangan produksi dari anggota OPEC+ dirasakan di lapangan.
“Pasar juga memperhitungkan pengurangan produksi yang lebih besar dari Rusia dalam 3 bulan ke depan (menggantikan beberapa pengurangan ekspor sebelumnya),” kata Kepala Analis Sektor Energi Bank DBS, Suvro Sarkar.
“Dikombinasikan dengan peristiwa risiko geopolitik yang terus-menerus termasuk serangan baru-baru ini terhadap kedutaan Iran di Suriah, hal ini dapat membawa harga minyak menuju US$ 90per barel dalam waktu dekat,” tambahnya.