Kementerian ESDM Segera Rampungkan Aturan Perubahan Skema Gross Split
Perubahan regulasi terkait bagi hasil migas dengan skema gross split telah memasuki babak akhir. Kementerian ESDM telah menyampaikan draf regulasi yang mengatur perubahan skema tersebut kepada SKK Migas.
“Untuk status terbarunya, kami sudah memberikan draf terakhir kepada SKK Migas dan dalam proses persetujuan Menteri ESDM,” kata Direktur Pembinaan Hulu Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM Ariana Soemanto dalam paparannya di IPA Convex 2024 pada Kamis (16/5).
Kontrak gross split adalah mekanisme menghilangkan tanggung jawab pemerintah dan SKK Migas untuk mengganti sebagian biaya operasi perminyakan yang biasanya ditanggung secara proporsional bersama KKKS. Skema kontrak ini diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 8 Tahun 2017 yang telah mengalami dua perubahan.
Perubahan pertama melalui Permen ESDM Nomor 52 Tahun 2017 mengatur perubahan term kontrak bagi hasil yaitu parameter dan koreksi split 10 komponen variabel dan 3 komponen progresif. Selain itu, tambahan bagi hasil untuk komersialisasi lapangan tergantung keekonomian lapangan.
Lalu pada perubahan kedua melalui Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2019 dilakukan penyempurnaan komponen variabel TKDN dan penyempurnaan komponen progresif tentang produksi kumulatif.
Ada juga Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2020 yang menegaskan pemberlakuan bentuk kerja sama dan fleksibilitas bentuk kontrak bagi hasil gross split atau cost recovery.
Tujuan perubahan skema bagi hasil ini salah satunya untuk mendorong pengembangan bisnis hulu migas agar lebih sederhana dan kompetitif. Selain mengirimkan kepada SKK Migas, Ariana mengatakan draf ini juga akan dikirimkan ke Kementerian Hukum dan Ham.
Ariana menyebut, dalam draf terakhir ini terdapat penyederhanaan komponen dalam gross split, dari yang awalnya berjumlah 13 komponen, saat ini hanya tersisa lima komponen saja yang terbagi atas dua hal yakni komponen variabel dan progresif.
Jumlah komponen variabel disederhanakan dari 10 komponen menjadi hanya tiga komponen, meliputi jumlah cadangan, lokasi cadangan, dan ketersediaan infrastruktur. Adapun jumlah komponen progresif dari tiga komponen menjadi hanya dua komponen yaitu: Harga minyak bumi. Harga gas bumi.
“Yang penting, substansinya sudah fix. Substansinya seperti, di gross split sebelumnya kita punya sekitar 13 komponen variabel, sekarang hanya 5. Pertama jumlah cadangan lapangan, kemudian lokasi lapangan, apakah di lepas pantai atau di kedalaman atau semacamnya. Dan ketersediaan infrastruktur lapangan, apakah infrastrukturnya tersedia, potensi tersedia atau tidak tersedia,“ kata Ariana.
Dua komponen lainnya, kata Ariana melanjutkan, yaitu pengepresan minyak dan kilang gas, dan ada juga pembagian yang menarik untuk minyak dan gas yang tidak konvensional.
Tidak hanya aturan penyederhanaan Gross Split saja yang sedang diproses, Kementerian ESDM juga tengah menyelesaikan prosedur pengembangan untuk teknologi tangkap karbon (CCS). “Atas nama pemerintah, kami mengundang semua kontraktor untuk melakukan eksplorasi secara besar-besaran di Indonesia,” ucapnya.