Stafsus Menteri ESDM: Ormas Bisa Saja Diberikan IUP Asal Sesuai Aturan
Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dinilai dapat dilakukan, namun pemberiannya harus tetap mengacu pada regulasi yang ada. Pemberian IUP kepada ormas ini pertama kali disebut oleh Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif mengatakan, pemberian IUP ini bisa saja dilakukan namun harus sesuai dengan aturan yang berlaku. “Kalau kementerian ESDM sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku,” kata ditemui di Kementerian ESDM pada Jumat (17/5).
Irwandy menyampaikan, jika ada wilayah kerja (WK) mineral dan batu bara yang mengalami penciutan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) dan kontrak karya maka akan dilakukan pelelangan.
Namun berdasarkan regulasi yang berlaku, lelang ini akan diprioritaskan kepada BUMN, BUMD, dan swasta. “Prioritasnya BUMN, BUMD, baru swasta. Kalau ormas bisa masuk ke kelompok swasta,” ujarnya.
Meski masuk dalam golongan, namun Irwandy mengatakan mekanisme pelelangan ini akan tetap diprioritaskan untuk BUMN dan BUMD. “Kecuali kalau ormas tersebut bekerja sama dengan BUMN dan BUMD,” ucapnya.
Senada dengan Irwandi, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan pembagian atau alih kelola IUP kepada pihak tertentu harus mengikuti peraturan yang berlaku.
“Yang dimaksud mungkin perusahaan yang dibentuk oleh ormas keagamaan yang dimaksud. Ormas sendiri bukan badan usaha yang dibenarkan secara hukum untuk menjalankan usaha pertambangan,” kata Rizal kepada Katadata.co.id pada Selasa (30/4).
Rizal menyebut jika pembagian IUP tersebut tanpa lelang tentu akan menyalahi regulasi baik Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP). “Karena jelas di UU dan PP disebutkan bahwa IUP harus ditender dengan prioritas kepada BUMN dan BUMD, selanjutnya baru dapat dilelang kepada perusahaan swasta,” ujarnya.
Sebelumnya, Bahlil berencana memberikan IUP yang sudah dicabut kepada sejumlah organisasi masyarakat keagamaan. “Kita tunggu PP-nya nanti akan saya jelaskan dan detailkan,” kata Bahlil saat ditemui awak media di Jakarta pada Senin (29/4).
Bahlil menyampaikan, alasan pemberian IUP ini berkaitan dengan peran para ormas saat masa perjuangan kemerdekaan. “Logikanya begini kalian punya hati tidak sih? Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, tokoh-tokoh Gereja, Pura, Hindu, saat Indonesia belum merdeka memang siapa yg memerdekakan bangsa ini?” ujarnya.
Dia juga membahas peran ormas saat terjadinya agresi militer pada 1948. “Memang siapa yang membuat fatwa? Para konglomerat, perusahaan? Kan yang buat para tokoh agama. Disaat Indonesia sudah merdeka masa tidak boleh kami memberikan mereka perhatian,” ucapnya.
Menurut Bahlil, pemberian IUP ini diperlukan dan dapat bermanfaat selama dilakukan dengan baik. “Supaya mereka juga bisa mengelola secara profesional, dicarikan partner yang baik,” kata dia.
Apalagi menurut Bahlil dengan peran ormas yang sudah terbiasa menangani umat, bukan menjadi halangan bagi mereka untuk dapat mengelola IUP. Dia juga membandingkan ormas dengan para perusahaan penerima IUP.
“Memang perusahaan yang punya IUP itu mengelola sendiri? dia juga butuh kontraktor. Jadi kita lebih bijaksana melihat ini. Kalau bukan kita yang memperhatikan ormas, lalu siapa lagi? Kok jadi terkesan tidak suka jika negara hadir untuk membantu mereka sedangkan kita senang jika ada investor yang mengelola,”ujar Bahlil.
Bahlil menegaskan akan terus memperjuangkan pemberian IUP ini bagi ormas-ormas tersebut. “Saya kalau untuk urusan agama kapanpun dan dimanapun saya akan perjuangkan, siapapun saya tidak ada urusan,” katanya.