Harga Nikel Naik ke Level Tertinggi Sembilan Bulan, Ini Penyebabnya

Mela Syaharani
21 Mei 2024, 18:28
harga nikel, harga tembaga, harga timah
PT Antam Tbk
Petugas menunjukkan produk feronikel shot setelah melalui proses peleburan.
Button AI Summarize

Harga nikel melonjak ke level tertinggi dalam hampir sembilan bulan terakhir, dipicu oleh kerusuhan politik di Kaledonia Baru yang merupakan salah satu negara pemilik cadangan terbesar di dunia dan menghasilkan sekitar 6% produksi nikel global.

Harga nikel berjangka melonjak hampir 7% di London Metal Exchange menjadi US$ 21.150 per ton, pada Jumat (19/5). Harga sedikit melandai pada akhir perdagangan hingga hanya tercatat naik sekitar 5%. Namun harga terkoreksi ke level US$ 21.080 per ton pada penutupan perdagangan Senin (21/5).

Lonjakan harga pada akhir pekan lalu bertepatan dengan keluarnya laporan Badan Energi Internasional (International Energy Agency) yang memperkirakan tingginya permintaan nikel dan mineral lainnya yang penting untuk transisi ke energi yang lebih ramah lingkungan.

“Kami telah melihat kerusuhan ini. Jika Kaledonia Baru memiliki masalah yang berkelanjutan, maka hal ini akan berdampak pada harga,” kata analis di Amalgamated Metal Trading, Dan Smith, seperti dikutip dari Financial Times pada Selasa (21/5).

Harga nikel telah turun sekitar 32 persen dari sekitar $31,000 pada awal tahun 2023 karena Indonesia, produsen terbesar, mengalami peningkatan pasokan dan melemahnya permintaan karena penjualan kendaraan listrik yang lebih lemah dari perkiraan.

Konsensus besar di antara para pedagang adalah bahwa pasar nikel saat ini telah sangat kelebihan pasokan. “Ini menyiratkan bahwa kenaikan harga saat ini tidak akan bertahan lama. Permintaan nikel bagus (saat ini) tetapi pasokannya bahkan lebih kuat,” kata Smith.

Sebaliknya, pasar lebih optimistis terhadap prospek tembaga yang juga memainkan peran penting dalam pencapaian target penurunan emisi dunia. Harga aluminium dan tembaga naik lebih dari 1% pada akhir pekan lalu.

Namun tembaga melanjutkan kenaikannya sebesar 4,1% menjadi US$ 11.104,50 per ton pada Senin (20/5), ke level tertinggi sejak Maret 2022. Sementara untuk timah, harganya juga meningkat menjadi US$ 34.251 per ton di LME.

Gangguan Suplai di Indonesia

Ketua Umum Ahli Pertambangan Indonesia Rizal Kasli mengatakan lonjakan harga beberapa komoditas mineral disebabkan oleh suplai dan persetujuan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) perusahaan mineral.

“Kenaikan harga nikel diperkirakan bersifat sementara karena suplai jangka pendek akibat terganjal pengesahan RKAB di awal tahun,” kata Rizal saat dihubungi Katadata pada Selasa (21/5).

Seperti yang diketahui, belum seluruh perusahaan menerima persetujuan RKAB oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM per 21 Mei 2024 telah menyelesaikan 429 RKAB dari 747 RKAB yang diajukan oleh perusahaan.

“Namun dengan kondisi oversupply nikel yang terjadi saat ini, dikhawatirkan akan menekan harga nikel dalam jangka panjang yang disebabkan oleh kelebihan produksi dari Indonesia,” ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM mengatakan bahwa pergerakan harga nikel yang melonjak ke angka US$ 20.000 per metrik ton kering (dmt) dipengaruhi oleh siklus.

“Semua harga komoditas itu ada siklusnya, ada naik dan turunnya,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif dikutip Senin (20/5).

Selain karena siklus, Irwandy menyebut kenaikan harga ini juga dipengaruhi oleh permintaan pasar saat ini. “Nikel dibutuhkan untuk pembuatan baterai kendaraan listrik, industri pesawat, dan lainnya,” ujarnya.

Tidak hanya Nikel, lonjakan harga juga terjadi untuk komoditas tembaga dan timah. Rizal Kasli menduga lonjakan harga timah dan tembaga di pasar global disebabkan oleh kurangnya supply terutama dari Indonesia yang diakibatkan oleh terlambatnya pengesahan RKAB 2024.

“Khusus timah selain akibat pengesahan RKAB, juga akibat kurangnya pasokan dari Myanmar yang dilanda perang saudara,” ucap Rizal.

Untuk diketahui, Kementerian ESDM per 18 Maret baru menyetujui 12 permohonan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) timah periode 2024-2026. Dari 12 persetujuan tersebut, total kapasitas produksi timah hingga 2026 mencapai 44.481,63 ton.

Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...