Pembunuhan Pemimpin Hamas Picu Risiko Geopolitik, Harga Minyak Bangkit hingga 2%

Happy Fajrian
31 Juli 2024, 15:10
harga minyak, israel, hamas,
123rf.com/Supakit Poroon
Harga minyak bangkit setelah pembunuhan pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, oleh Israel memicu risiko geopolitik di kawasan penghasil sepertiga minyak dunia.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Harga minyak bangkit setelah Hamas mengatakan Israel membunuh pemimpin politiknya, Ismail Haniyeh, yang memicu ketegangan di wilayah yang memproduksi sekitar sepertiga minyak mentah dunia.

Minyak mentah Brent naik ke level US$ 80 per barel atau naik 1,74% dibandingkan sehari sebelumnya. Tiga hari terakhir Brent jatuh hingga 4,5%. Sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate naik ke sekitar US$ 76,24, naik 2,02% dibandingkan sesi sebelumnya.

Hamas mengatakan Israel membunuh pemimpin politiknya, Ismail Haniyeh, dalam serangan udara di Iran. Hal itu menyusul serangan sebelumnya oleh Israel di Beirut yang menewaskan seorang komandan senior Hizbullah.

Terjadi eskalasi dalam konflik tersebut sejak akhir pekan lalu, ketika serangan Hizbullah di Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Israel menewaskan 12 anak muda, yang berpotensi membahayakan perundingan gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas.

Para pedagang minyak telah menilai risiko tersebut dan apakah hal itu dapat menyebabkan lebih banyak serangan terhadap kapal-kapal yang berlayar melalui Laut Merah, atau memengaruhi produksi dan ekspor, khususnya dari Iran.

Harga minyak mentah belum bereaksi terlalu tajam terhadap perkembangan terkini dalam perang tersebut, yang telah berlangsung sejak awal Oktober 2023.

“Pembunuhan Haniyeh jelas memupus harapan akan gencatan senjata,” kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di perusahaan pialang Phillip Nova Pte di Singapura dikutip dari Bloomberg pada Rabu (31/7).

“Karena itu terjadi di Teheran, masuk akal jika itu dapat memicu konflik yang lebih luas dan kita mungkin menyaksikan keterlibatan dari negara lain,” ujarnya menambahkan.

Di luar Timur Tengah, gambaran permintaan global tetap tenang karena perlambatan ekonomi Cina yang berkepanjangan terus membebani sentimen.

Brent mengalami penurunan bulanan sekitar 7%, yang terbesar tahun ini, meskipun harga didukung oleh pembatasan pasokan OPEC+ dan ekspektasi Federal Reserve akan segera mulai menurunkan suku bunga.

Di AS, American Petroleum Institute mengatakan persediaan minyak mentah turun 4,5 juta barel minggu lalu. Jika dikonfirmasi oleh angka resmi pada hari Rabu, ini akan menandai penurunan terpanjang sejak Januari 2022.

The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan Rabu nanti, dan para pedagang akan menantikan pernyataan Ketua Jerome Powell untuk mengonfirmasi taruhan bahwa suku bunga akan dipangkas pada bulan September.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...