Harga Minyak Bangkit Lebih dari 3%, Pasar Tetap Waspadai Sentimen Timur Tengah

Happy Fajrian
8 Agustus 2024, 10:41
harga minyak, timur tengah
Katadata / Trion Julianto
Kunjungan SKK Migas ke Tempat Pemisahan Minyak CGS PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Duri, Riau (31/12/2022).
Button AI Summarize

Harga minyak naik lebih dari 2,5% pada Rabu (7/8) setelah kenaikan kecil pada sehari sebelumnya. Kenaikan salah satunya didorong oleh penurunan tajam persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS). Meski naik, pasar masih mewaspadai sentimen konflik Timur Tengah.

Minyak mentah Brent naik US$ 2,09 atau 2,73% menjadi 78,57 per barel. Sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 2,29 atau 3,12% menjadi US$ 75,49. Pemulihan ini terjadi setelah harga merosot ke posisi terendah dalam tujuh bulan di tengah kemerosotan ekuitas baru-baru ini.

Bank of Japan bergerak untuk meyakinkan pasar setelah volatilitas historis setelah kemerosotan tersebut sebagian didorong oleh pelonggaran massal dari apa yang disebut perdagangan mata uang.

Para pedagang juga memantau risiko geopolitik dengan saksama. Di Timur Tengah, negara-negara bersiap menghadapi potensi serangan Iran terhadap Israel sebagai balasan atas pembunuhan para pemimpin Hizbullah dan Hamas. Pasukan Ukraina juga melancarkan serangan lintas batas ke Rusia.

Awal minggu ini, produksi dihentikan di ladang minyak terbesar Libya setelah pemerintah yang diakui secara internasional menuduh adanya "pemerasan politik".

Pada Rabu, perusahaan minyak nasional Libya itu mengumumkan force majeure di ladang minyak Sharara, yang sebelumnya menghasilkan minyak 270.000 barel per hari (bph).

Di AS, persediaan minyak mentah turun 3,73 juta barel, sehingga stok mencapai level terendah sejak Februari. Persediaan menurun selama enam minggu berturut-turut, yang merupakan penurunan terpanjang sejak Januari 2022, sebagai tanda bahwa permintaan minyak mentah fisik tetap kuat.

Minyak mentah masih menghadapi hambatan dari permintaan yang melemah di Cina dan AS, dan potensi penambahan pasokan oleh aliansi OPEC+ mulai kuartal berikutnya.

“Mereka yang sangat yakin bahwa kontraksi ekonomi tidak dapat dihindari akan dengan senang hati meninggalkan ekuitas dan komoditas di masa mendatang,” kata Tamas Varga, seorang analis di perusahaan pialang PVM Oil Associates Ltd seperti dikutip Bloomberg pada Kamis (8/8).

“Namun, sisanya, dan mereka mungkin mayoritas, akan enggan melakukannya kecuali tanda-tanda resesi yang nyata muncul,” katanya menambahkan.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...