Vale Tak Ingin Nikel RI Bernasib Seperti Kobalt di Kongo, Tata Kelola Jadi Kunci

Mela Syaharani
8 Agustus 2024, 19:25
nikel, kobalt, tata kelola pertambangan, pertambangan
ANTARA FOTO/Basri Marzuki/rwa.
Sejumlah operator dump truck mengangkut slag atau limbah nikel ke tempat penampungan khusus Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di kawasan pertambangan PT Vale Indonesia, Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (2/8/2024).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

PT Vale Indonesia mengatakan tidak ingin industri nikel di tanah air bernasib sama seperti industri kobalt di Kongo.

Negara yang terletak di benua Afrika ini memiliki kekayaan kobalt yang melimpah, namun kondisinya memprihatinkan akibat penambangan yang eksploitatif tanpa penerapan clean energy.

Oleh karena itu, Chief Sustainability and Corporate Affairs PT Vale Indonesia Tbk, Bernardus Irmanto berharap pelaku industri nikel di Indonesia bisa menerapkan tata kelola yang baik di dunia pertambangan.

“Kami tidak mau anugerah tuhan di Indonesia sebagai the home of the largest nickel deposit di dunia, itu menjadi kutukan,” kata Bernardus dalam acara Sustainability Action for the Future Economy atau Katadata SAFE 2024 di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Kamis (8/8).

Bernardus juga turut membahas tentang kampanye dirty nickel yang seringkali tersemat untuk Indonesia. Menurutnya, dalam kampanye tersebut isu yang pertama diangkat adalah deforestasi.

“Itu memang benar jika kita melakukan penambangan nikel di Indonesia dengan tipikal bijih laterite, maka harus membuka lahan,” ujarnya.

Kendati demikian, dia menyampaikan Vale memiliki beberapa strategi untuk menjawab julukan dirty nickel Indonesia. Pertama, melalui pelaksanaan progresif reklamasi tambang di wilayah konsesi mereka.

“Jadi kami melakukan penambangan by kompartemen, ketika sudah melakukan penambangan di satu kompartemen, maka kami akan segera menutupnya untuk membatasi luasan lahan,” ucapnya.

Kedua, strategi untuk masalah biodiversity. Menurutnya, masalah ini bisa diatasi dengan mendata hutan yang tergerus untuk konsesi tambang.

“Kita harus mengetahui jenis pohon, spesies apa di wilayah tersebut, kemudian dilanjutkan pembibitan dan ditanam di wilayah yang akan direhabilitasi,” kata dia.

Dia menyebut langkah ini ditempuh untuk menghadirkan kembali kondisi lahan seperti semula sebelum eprtambangan dilakukan.

Strategi ketiga yang dilakukan yakni dengan menggunakan energi terbarukan sebagai sumber energi pembangkit untuk operasional untuk mengurangi emisi karbon.

“Kami membangun tiga PLTA dengan kapasitas 365 megawatt yang cukup untuk memanaskan empat tungku yang kami miliki,” katanya.

Strategi keempat adalah dengan mengentaskan masalah sosial yang juga menjadi sorotan dalam isu dirty nickel. Hal ini ditempuh dengan kerja sama pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut.

“Saya tidak mengingkari bahwa dalam setiap kegiatan penambangan, ketika datang ke suatu wilayah, pasti ada dampak sosialnya,” ujar dia.

Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...