Pemerintah Akan Hilangkan BBM Pertalite, Diganti Apa?
Pemerintah akan mengganti Pertalite dengan bahan bakar minyak atau BBM yang lebih ramah lingkungan. BBM baru ini bakal memiliki angka Research Octane Number atau RON seperti Pertalite, namun dengan kandungan sulfur yang lebih rendah.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin mencatat, kandungan sulfur dalam Pertalite kini 500 particle per million atau PPM. BBM baru yang dicanangkan pemerintah akan menekan kandungan sulfur ini menjadi maksimal 50 ppm.
"Jadi akan ada proses desulfurisasi terhadap Pertalite saat ini, tapi kualitas minyak lainnya masih ada. Saya tidak tahu nama Pertalite akan diubah atau tidak. Apalah arti nama," kata Rachmat di kantornya, Kamis (12/9).
Rachmat menyampaikan, proses desulfurisasi juga akan dilakukan pada Pertamax. Kandungan sulfur dalam Pertamax kini mencapai 400 ppm.
Desulfurisasi Pertalite dan Pertamax dilakukan agar sesuai standar Euro 4 atau maksimal kandungan sulfur 50 ppm. Sejauh ini, hanya tiga jenis BBM besutan PT Pertamina yang mencapai Euro 4, yakni Pertadex 53, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo 98.
Pengurangan sulfur akan mengurangi emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan. Sekitar 40% polusi udara di DKI Jakarta berasal dari gas buang kendaraan pada 2022.
Pada tahun yang sama, klaim BPJS atas penyakit polusi udara Rp 12 triliun. Penyakit yang dimaksud seperti Kanker Paru, Pneumonia, Tuberkulosis, Infeksi saluran pernapasan akut, Asma, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
Rachmat mengatakan, penurunan kandungan sulfur dalam Pertalite dan Pertamax akan meningkatkan biaya produksi Pertamina. Dengan kata lain, pemerintah akan menambah nilai subsidi dan kompensasi BBM.
Meski begitu, ia menekankan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM tahun ini. Pemerintah memilih opsi memperketat penyaluran BBM bersubsidi dalam waktu dekat.
Pengetatan penyaluran BBM bersubsidi diperlukan agar beban negara tidak meningkat. Sebab, pemerintah akan menanggung biaya peningkatan kualitas BBM tanpa mengerek harga BBM untuk masyarakat.
Rachmat menyebutkan, 80% konsumsi atau lebih dari 19 juta kiloliter Pertalite pada 2022 dinikmati oleh rumah tangga dalam enam kelompok pendapatan paling tinggi.
Sementara itu, subsidi dan kompensasi BBM Rp 292 triliun pada 2022. Sebanyak Rp 233,6 triliun disalurkan bukan kepada kelompok pra-sejahtera atau empat kelompok penghasilan terendah.
Rachmat menegaskan, pengetatan tidak akan diberlakukan untuk sepeda motor dan kendaraan niaga, termasuk taksi online. Jumlah sepeda motor dan mobil golongan I pelat kuning 12,8 juta unit atau hampir 80% dari total kendaraan di dalam negeri.
Dengan kata lain, mayoritas pengetatan penyaluran BBM bersubsidi akan berdampak pada pemilik kendaraan niaga seperti truk dan bus. "Ada beberapa jenis kendaraan yang tidak lagi berhak membeli BBM bersubsidi dalam waktu dekat," katanya.