Indonesia Punya Cadangan Nikel Terbesar Dunia, Mengapa Masih Impor?
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membeberkan alasan Indonesia masih mengimpor nikel meski memiliki cadangan bijih nikel sebanyak 5,3 miliar ton. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Tri Winarno mengatakan, impor nikel dapat menjaga ketahanan cadangan nikel Indonesia.
“Kalau beli dari luar ya tidak apa-apa, cadangan kita bertambah panjang,” kata Tri saat ditemui di Kementerian ESDM pada Kamis (14/11).
Kementerian ESDM sebelumnya mengatakan, Indonesia memiliki 40-45% dari cadangan nikel dunia, mengutip data dari laporan survei badan geologi Amerika Serikat atau USGS.
USGS mencatat, cadangan nikel Indonesia mencapai 55 juta ton atau 42,31% dari total cadangan dunia yang sebesar 130 juta ton pada 2023. Indonesia merupakan negara dengan jumlah cadangan nikel terbesar di dunia. Masih mengutip data yang sama, produksi tambang nikel pada 2023 mencapai 1,8 juta ton atau 50% dari produksi dunia yang mencapai 3,6 juta ton. Nikel juga merupakan sumber daya mineral yang tidak dapat diperbaharui.
Meski mencatatkan impor pada komoditas tersebut, Tri mengatakan, kondisi pasokan dan permintaan nikel dalam keadaan baik. Ini mengacu pada persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya atau RKAB .
“Saya juga tidak tahu kenapa masih impor, tapi poinnya kalau sampai impor memangnya kenapa?” ujarnya.
Menurut Tri, impor juga dilakukan oleh Cina, yang merupakan salah satu negara pemilik cadangan batu bara terbesar di dunia. Cina saat ini menjadi salah satu pasar ekspor batu bara Indonesia.
Smelter Impor Nikel
PT Kalimantan Ferro Industry sebelumnya menyatakan bahwa masih mengimpor nikel dari Filipina untuk operasional fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di Kalimantan Timur. Hal ini disebabkan oleh terkendalanya pasokan nikel ore atau bijih dalam negeri.
“Kami harus mengambil dari Filipina karena beberapa tambang pemasok belum mendapatkan persetujuan RKAB sehingga kami tidak bisa membeli nikel mereka,” kata Owner Representative PT KFI Ardhi Soemargo dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi VII DPR RI pada Senin (8/7).
Ardhi memastikan, sebelum terkendala rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) seluruh pasokan nikel yang dikelola smelter PT KFI 100% nikel orenya dipasok dari Indonesia. Namun karena kondisi pemasok yang tidak dapat menjual nikel mereka sehingga PT KFI terpaksa membeli nikel dari Filipina.
“Di belakang kami ada 1.400 orang pekerja sehingga kami tidak boleh menutup atau menurunkan kegiatan agar pabrik kami terus berjalan,” ujarnya.
Ardhi menyebut, hingga saat ini PT KFI baru mengimpor satu kapal vessel yang memuat 51.000 ton nikel. “Impor ini hanya digunakan untuk membantu kondisi kami yang saat ini kekurangan pasokan,” ucapnya.
Meskipun PT KFI tidak memiliki konsesi tambang dan hanya memiliki smelter saja, namun Ardhi mengatakan pihaknya tetap terdampak dari persetujuan RKAB yang belum didapatkan. “Kami mengambil semua nikel dari trader, jika perusahaan belum mendapatkan RKAB maka trader tidak dapat menjual nikelnya kepada kami,” kata dia.