Pendapatan Pertamina Hampir Tembus Rp 1.000 Triliun, Apa Penyumbangnya?
PT Pertamina mencatatkan pendapatan mencapai US$ 62,5 miliar atau Rp 997 triliun dengan asumsi kurs hari ini Rp 19.551 per dolar AS hingga Oktober 2024. BUMN energi ini juga berhasil membukukan laba bersih mencapai US$ 2,66 miliar atau Rp 4,22 triliun.
Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro menjelaskan, pencapaian ini menunjukkan kemampuan Pertamina untuk tetap mempertahankan performa keuangan meskipun menghadapi dinamika pasar. Menurut dia, kinerja Pertamina mencatat fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir, akibat perubahan harga komoditas dunia. Pada 2022, perusahaan mencatat laba bersih sebesar US$ 3,81 miliardengan pendapatan US$ 84 miliar. Kinerja laba bersih meningkat pada tahun berikutnya yakni mencapai US$ 4,4 miliar meski pendapatan turun menjadi US$ 75,8 miliar.
Penurunan pendapatan pada 2023 terutama disebabkan oleh koreksi harga komoditas global. Namun, Wiko mengatakan, Pertamina berhasil memaksimalkan keuntungan melalui strategi profitabilitas yang lebih baik di sektor hilir.
"Revenue menurun ini karena didominasi oleh harga komoditi dunia, sehingga kita bisa memaksimalkan posisi-posisi di downstream lebih profitable. Sementara di hulu memang terkoreksi karena harga minyak dunia juga menurun," kata Wiko dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa (3/12), seperti dikutiip dari Antara (4/12).
Ia menjelaskan, tekanan bisnis juga menghadapi tantangan berat pada tahun ini, terutama di sektor midstream, khususnya kilang. Menurut dia, situasi ini juga dialami oleh kilang-kilang di berbagai negara yang harus berjuang untuk menjaga kelangsungan operasional.
Namun, Wiko menjelaskan, Pertamina tetap berupaya menjaga stabilitas bisnisnya melalui berbagai strategi efisiensi dan investasi. Pertamina telah mengalokasikan investasi sebesar US$ 4,7 miliar untuk mendukung berbagai proyek strategis, dengan prioritas pada sektor hulu yang bertujuan meningkatkan produksi minya.
Pertamina juga berhasil melakukan optimalisasi biaya, mencatatkan efisiensi sebesar US$ 780 sepanjang 2024. Efisiensi ini diperoleh melalui berbagai inisiatif seperti penghematan biaya, pengelolaan anggaran yang lebih efektif, dan penciptaan pendapatan tambahan.
"Tentu saja sebagai semangat dari holding-subholding, kita terus melakukan efisiensi. Di mana di tahun 2024 ini, kita sudah membukukan cost optimization sebesar US$780 juta dari kegiatan cost saving, cost affordance, dan revenue generators," kata Wiko.