Muhammadiyah Buka Suara soal Peluang Kelola Tambang Bekas Adaro
Muhammadiyah mengaku belum menerima informasi terkait tambang yang akan diserahkan pemerintah kepada organisasi Islam ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia sempat menyebut, Muhammadiyah kemungkinan akan mengelola tambang bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik PT Adaro Energy Tbk.
“Masih belum ada penjelasan langsung dari Menteri ESDM. Muhammadiyah dalam hal ini sifatnya menunggu,” kata Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas saat dihubungi Katadata.co.id pada Rabu (18/12).
Bahlil sebelumnya mengatakan, perizinan pengelolaan tambang Muhammadiyah saat ini sudah berproses dan tinggal menunggu waktu. Ia sempat menyebut tambang yang akan diberikan pemerintah kepada Muhammadiyah. "Kalau saya tidak lupa itu punya Adaro, kemungkinan besar," kata Menteri Bahlil dikutip dari Antara pada Rabu (18/12).
Pemerintah akan membagikan 96.854 hektare wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) ke ormas keagamaan. Luas lahan bekas PKP2B milik PT Adaro Energy Tbk mencapai 7.437 hektare (ha), sementara lahan eks PKP2B yang dimiliki PT Arutmin Indonesia seluas 22.900 ha. Adapun lahan eks Kideco seluas 13.613 ha.
Lahan bekas PKP2B yang ditawarkan secara prioritas kepada ormas ini paling tidak mengandung batu bara dengan kalori di atas 4.000/GAR. Batu bara dengan kalori tinggi itu kerap digunakan untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), industri semen, baja, dan pengolahan logam.
Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) batu bara kepada ormas keagamaan diaturt Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam aturan terbaru ini, terdapat 17 pasal yang diubah dan ditambahkan. Aturan mengenai penawaran WIUP kepada ormas keagamaan diatur dalam pasal 83A ayat 1-7.
Survei Awal
Muhammadiyah sebelumnya mengaku sudah melaksanakan survei awal di lahan tambang batu bara. Mereka mengecek wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik Adaro Energy, Kideco, dan Arutmin Indonesia di Kalimantan Timur.
Proses survei awal itu mencakup studi geologi, pemetaan, penilaian ekonomi hingga studi lingkungan sebelum memulai eksplorasi atau pengembangan tambang batu bara. Tujuannya untuk mengumpulkan informasi dasar yang diperlukan mengenai potensi dan kelayakan suatu area untuk penambangan.
Ketua Tim Pengelola Tambang Muhammadiyah, Muhadjir Effendy mengatakan, pihaknya telah menerjunkan para surveyor internal dari kalangan dosen Universitas Muhammadiyah.
"Kami sudah bentuk survei internal di bekas lahan Adaro, Kideco dan Arutmin. Jadi kami sudah bentuk tim untuk survei internal kami," kata Muhadjir saat ditemui di Istana Merdeka Jakarta pada Jumat (18/10).
Muhadjir mengatakan, survei lapangan itu melibatkan sumber daya manusia (SDM) internal Muhammadiyah. "Belum ada hasil. Dosen-dosen jurusan pertambangan yang kami minta untuk turun sedang di lapangan," ujar Muhadjir.
Sementara itu, organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama (NU) sudah terlebih dahulu mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) untuk mengelola bekas PKP2B PT Kaltim Prima Coal (KPC). "Sudah jalan, sudah selesai, IUP sudah keluar," ujar Bahlil.