Bahlil Masih Kaji Kebutuhan Nikel Indonesia pada 2025
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan tengah mengkaji total kebutuhan nikel Indonesia untuk tahun 2025. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap rencana pemangkasan jumlah bijih nikel yang boleh ditambang atau diproduksi pada tahun 2025.
“Dari total kebutuhan nikel, nanti bisa terlihat jumlah rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang dibutuhkan. Kami harus menjaga keseimbangan. Jangan sampai RKAB diberikan terlalu banyak, sementara penyerapan di industri tidak sesuai, yang pada akhirnya bisa membuat harga nikel menjadi murah,” ujar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers yang disiarkan daring, Senin (6/1).
Menurut sumber Bloomberg, produksi nikel Indonesia tahun 2024 diproyeksikan sebesar 272 juta ton. Namun, jumlah ini akan dipangkas menjadi hanya 150 juta ton pada 2025, turun 44,85%. Kebijakan ini bertujuan mendongkrak harga nikel di pasar internasional.
“Kami tidak ingin produksi berlebihan. Idealnya, RKAB yang diberikan cukup besar untuk memenuhi kebutuhan, tetapi harga nikel tetap stabil. Jika produksi terlalu banyak, harga bisa anjlok. Hal ini harus dihindari,” kata Bahlil.
Pemerintah juga mempertimbangkan rencana ini sebagai langkah menjaga cadangan nikel Indonesia yang semakin menipis. Upaya ini sejalan dengan strategi menjaga nilai ekonomis nikel dalam jangka panjang.
Cadangan Nikel RI Kuasai 45% Cadangan Dunia
Bahlil sebelumnya menyatakan bahwa Indonesia memiliki hampir separuh cadangan nikel dunia. Pernyataan ini didasarkan pada laporan survei Badan Geologi Amerika Serikat (USGS).
“Empat bulan lalu, USGS mencatat cadangan nikel kita mencapai 40-45% dari total cadangan dunia,” kata Bahlil dalam acara Relawan Pengusaha Muda Nasional (Repnas) di Jakarta, Senin (14/10/24).
USGS melaporkan cadangan nikel Indonesia pada 2023 mencapai 55 juta ton, atau sekitar 42,31% dari total cadangan dunia sebesar 130 juta ton. Indonesia menjadi negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.
Selain itu, produksi tambang nikel Indonesia pada 2023 mencapai 1,8 juta ton, setara dengan 50% dari total produksi dunia yang mencapai 3,6 juta ton.
Namun, dengan cadangan yang besar ini, Indonesia menghadapi tekanan dari negara-negara lain terkait kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Kebijakan ini, meskipun menuai protes, telah memberikan dampak positif bagi pendapatan negara.