Wamen Investasi Bantah Investor Mundur karena Hilirisasi Batu Bara Tak Ekonomis


Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi atau Wakil Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu membantah proyek hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) tidak ekonomis.
Hal ini merespons gagalnya proyek DME yang beberapa waktu lalu dilakukan antara PT. Bukit Asam dengan perusahaan asal Amerika Serikat, Air Product.
“Bukan tidak ekonomis, tapi mungkin investor punya parameter keuntungan,” kata Todotua saat ditemui di Jakarta pada Selasa (18/3).
Dia mengatakan, baik pemerintah maupun investor memiliki cara pandang atau parameter keuntungan yang berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu, meskipun sebelumnya gagal, pemerintah tetap menghidupkan kembali proyek hilirisasi tersebut melalui pembiayaan yang berasal dari Danantara.
“Kami di Danantara memiliki strategi yang bermacam-macam, namun yang pasti mencari keuntungan,” ujarnya. Todotua juga menjanjikan pemerintah akan bertanggung jawab dalam proyek tersebut.
Potensi investasi
Todotua sebelumnya mengungkapkan potensi investasi hilirisasi batu bara bisa mencapai US$ 31,82 miliar atau sekitar Rp 522,48 triliun. Nilai ini berasal dari tiga jenis produk utama, yaitu DME, methanol, dan kokas/semi kokas.
“DME sendiri sudah melalui perjalanan panjang, dan tantangannya adalah maju mundurnya investor saat itu,” ujar Todotua Pasaribu di Jakarta, Selasa (18/3).
Selain nilai investasi yang besar, hilirisasi batu bara juga diproyeksikan mampu menyerap 23.160 tenaga kerja, berkontribusi sebesar US$ 2,26 miliar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), serta meningkatkan ekspor hingga US$ 11,3 miliar.
Todotua menjelaskan bahwa DME merupakan strategi pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor LPG yang sebagian besar masih disubsidi untuk konsumsi industri dan masyarakat.
“Untuk menekan impor dan pemakaian LPG, salah satu strategi yang diambil adalah mencari produk substitusi,” ujarnya.
Pemerintah berencana menghidupkan kembali proyek gasifikasi batu bara menjadi DME di tiga lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Keputusan ini merupakan instruksi langsung dari Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas bersama Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/3).
Kepala Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa proyek ini bertujuan untuk mengolah batu bara berkalori rendah agar dapat digunakan sebagai substitusi impor LPG.
“Pemerintah akan memastikan bahwa produk yang dihasilkan benar-benar bisa dipasarkan di dalam negeri sebagai pengganti impor,” ujarnya dalam konferensi pers seusai rapat.
Bahlil juga menekankan bahwa pendanaan proyek kali ini akan berasal dari anggaran negara serta perusahaan swasta nasional, berbeda dari rencana sebelumnya yang bergantung pada investor asing.
Salah satu sumber pendanaan proyek ini berasal dari Danantara “Jadi, kali ini tidak ada ketergantungan kepada pihak asing,” kata Bahlil.