Undang Para Eksekutif Perusahaan Migas, Trump Bahas Dominasi AS di Bidang Energi

Ringkasan
- Presiden AS Donald Trump bertemu para eksekutif migas untuk membahas peningkatan produksi energi dalam negeri di tengah penurunan harga minyak dan perang dagang. Pertemuan ini juga membahas dominasi energi AS, reformasi perizinan, dan pembangunan jaringan listrik untuk bersaing dengan Cina.
- Para eksekutif migas diperkirakan menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap kebijakan tarif Trump dan menekankan pentingnya harga minyak yang lebih tinggi untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Namun, pemerintah AS menekankan fokus pada penurunan harga dan peningkatan lapangan kerja.
- Trump berjanji meningkatkan produksi minyak AS dan menurunkan harga energi, tetapi kebijakan tarifnya terhadap impor minyak dari Kanada dan Meksiko ditentang oleh API. API juga merilis rencana energi lima poin yang mencakup reformasi perizinan dan pencabutan subsidi kendaraan listrik.

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjamu para eksekutif perusahaan minyak dan gas (migas) terkemuka di Gedung Putih, pada Rabu (19/3). Trump berencana meningkatkan produksi energi dalam negeri di tengah penurunan harga minyak mentah dan perang dagang yang membayangi ekonomi AS.
Itu adalah pertemuan pertama Trump dengan para pemimpin minyak dan gas sejak ia kembali ke Gedung Putih pada Januari 2025.
Pertemuan itu membahas upaya mendorong dominasi energi AS, mereformasi proses perizinan, dan kebutuhan untuk membangun jaringan listrik negara untuk bersaing dengan Cina di bidang kecerdasan buatan. Hal tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri AS Doug Burgum dan Menteri Energi AS Chris Wright kepada wartawan setelah pertemuan tersebut.
Para eksekutif perusahaan migas diperkirakan akan menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap kebijakan tarif Trump. Mereka juga akan menekankan pandangan industri bahwa harga minyak yang lebih tinggi diperlukan untuk membantu memenuhi janji Trump untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
Burgum mengatakan tidak ada diskusi tentang harga, karena harga ditetapkan oleh penawaran dan permintaan. Sementara itu, Wright mengatakan dialog mengenai kebijakan tarif masih berlangsung.
"Pada akhirnya, seluruh agenda ekonomi presiden adalah untuk menurunkan harga dan menumbuhkan kesempatan kerja di Amerika Serikat," kata Wright, seperti dikutip Reuters, Kamis (20/3).
Sumber Reuters mengatakan pertemuan tersebut melibatkan anggota komite eksekutif American Petroleum Institute. CEO Hess Corp John Hess, CEO ExxonMobil Darren Woods, CEO Chevron Mike Wirth, CEO ConocoPhillips Ryan Lance, CEO Phillips 66 Mark Lashier, dan CEO Marathon Petroleum Maryann Mannen, termasuk di antara para pemimpin dalam komite eksekutif kelompok dagang tersebut.
Harold Hamm, pendiri dan CEO Continental Resources yang juga salah satu donor politik terbesar Trump, hadir dalam pertemuan tersebut.
Presiden API, Mike Sommers, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa para pemimpin industri menghargai kesempatan untuk berbicara dengan Trump. Sommers tidak memberikan rincian tentang apa yang terjadi dalam pertemuan tersebut.
Trump dan sekutunya mulai menjabat dengan janji untuk meningkatkan produksi minyak AS yang sudah mencapai rekor tertinggi hingga sebanyak 3 juta barel per hari. Trump juga berjanji akan memangkas harga energi bagi warga AS yang dilanda inflasi, sebagian dengan mencabut peraturan lingkungan dan mempercepat perizinan.
"Cara terbaik untuk mempertahankan produksi minyak dan kemandirian energi adalah dengan mendukung harga minyak yang lebih tinggi," kata Ed Hirs, seorang ekonom energi di Universitas Houston. Menurutnya, pengeboran besar-besaran bukanlah solusi yang bijak untuk mencapai kemandirian energi. "Jadi, saya pikir mereka akan mencoba menyampaikan poin itu kepadanya dengan bijaksana."
Analis di perusahaan riset energi Wood Mackenzie memproyeksikan harga minyak Brent acuan akan mencapai rata-rata US$ 73 (Rp 1,2 juta) per barel pada tahun 2025, turun US$ 7 (Rp 115.290) per barel dari tahun 2024 karena kebijakan tarif AS dan rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi.
Pada Rabu (20/3), harga minyak Brent bertahan di US$ 70,78 (Rp 1,16 juta) per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup pada US$ 67,16 (Rp 1,11 juta) per barel.
Efek Kebijakan Tarif terhadap Impor Minyak AS
Trump sedang menjalankan perang dagang dengan sekutu-sekutunya, Meksiko dan Kanada, yang secara terbuka ditentang oleh API. Pasalnya, Meksiko dan Kanada merupakan sumber utama impor minyak mentah AS.
Trump telah memberlakukan tarif impor minyak mentah dari Kanada dan Meksiko. Namun, ia memberikan pengecualian bagi produsen yang dapat membuktikan bahwa mereka mematuhi perjanjian perdagangan antara ketiga negara, yaitu Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA).
"Pasar energi sangat terintegrasi, dan perdagangan yang bebas dan adil lintas perbatasan kita sangat penting untuk memberikan energi yang terjangkau dan andal kepada konsumen AS," ujar CEO API Mike Sommers, pada Februari lalu.
API telah secara terbuka merilis rencana energi lima poin untuk diikuti oleh Trump dan Kongres. Kelima poin ini mencakup reformasi perizinan, peningkatan penyewaan minyak lepas pantai, perlindungan kredit pajak untuk penangkapan karbon dan produksi hidrogen, serta pencabutan subsidi untuk kendaraan listrik.