Bahlil Ungkap Penyebab Indonesia Alami Defisit Gas pada 2025-2035


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan kondisi defisit gas bumi saat ini akibat konsumsi domestik yang meningkat. Ia mengakui ada kalkulasi yang tidak tepat terkait neraca gas.
PT Perusahaan Gas Negara (Tbk) atau PGN sebelumnya mengatakan keseimbangan pasokan gas bumi nasional mulai turun pada periode 2025 hingga 2035. “Setelah dilakukan review seharusnya produksi gas diperuntukkan untuk pemenuhan dalam negeri,” kata Bahlil dalam siaran pers, dikutip Jumat (2/5).
Pemerintah belum berencana membeli gas dari luar negeri. “Sampai dengan hari ini tidak ada impor gas, dan kami berusaha maksimal untuk itu, “ ujar Bahlil.
Dalam perkiraannya, produksi gas akan naik pada 2026-2027. Pemerintah akan mengalihkan jatah ekspor gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sebagai respons dari defisit gas bumi.
Dalam paparan PGN, tren penurunan pasokan gas terjadi di bagian Sumatra Utara, Sumatra bagian selatan hingga Jawa Barat, serta Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari ketiga area tersebut, penurunan keseimbangan pasokan terbesar terjadi di Sumatra bagian Selatan hingga Jawa Barat.
Defisit pasokan gas pada area itu sudah terjadi sejak 2025, sebanyak 177 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Namun, angka penurunan pasokannya diprediksi mencapai 513 MMSCFD pada 2035.
Direktur Utama PGN Arief Setiawan Handoko mengaku khawatir adanya penurunan pasokan tersebut. “Ini disebabkan penurunan natural dari pemasok, yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru,” kata Arief pada 28 April 2025.
Di Sumatra bagian utara, defisit pasokan gas akan mulai menurun pada 2028 hingga 2035. Angka puncak defisit pasokan gas mencapai 96 MMSCFD.
“Untuk region Jawa bagian tengah dan Jawa bagian timur dapat kami sampaikan gas balance-nya juga cenderung akan mengalami defisit sejak di 2027, yaitu mulai dari minus 27 MMSCFD sampai minus 194 MMSCFD di 2035,” ujarnya.
Dengan kondisi defisit pasokan yang belum diimbangi produksi dari lapangan gas baru, maka diperlukan solusi. Salah satunya regasifikasi gas alam cair atau LNG domestik.
“Sejak pertengahan 2024 kami sudah memminta SKK Migas dan Kementerian ESDM untuk mendapatkan alokasi LNG, baik dari Lapangan Tangguh maupun dari Bontang,” ucapnya.