Penurunan Produksi PT Timah Berimbas Pada Kenaikan Harga Timah Dunia di 2024


PT Timah Tbk mencatat produksi timah Indonesia pada 2024 hanya mencapai 45 ribu ton. Angka ini turun 30,77% dibandingkan produksi tahun sebelumnya yang sebesar 65 ribu ton.
"Menurunnya pasokan timah dari Indonesia mengakibatkan kenaikan harga timah dunia, dari rata-rata US$ 26.582 per ton pada 2023 menjadi US$ 31.164 per ton pada 2024. Hal tersebut membuktikan pengaruh pasokan timah Indonesia terhadap pasar global," ujar Direktur Utama MIND ID Maroef Sjamsoeddin dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (14/5).
Berdasarkan data ekspor 2023, produksi timah Indonesia saat itu menyumbang 17,5% pasokan global. Dengan penurunan produksi pada 2024, kontribusi Indonesia terhadap pasokan global menyusut menjadi sekitar 12%.
Meski demikian, peran timah di pasar dunia masih sangat penting. “Posisi komoditas timah di dunia saat ini belum bisa digantikan oleh komoditas lainnya. Kebutuhan pasar terus meningkat dari tahun ke tahun,” katanya.
Maroef juga menyebut Indonesia berada di jajaran negara pemasok timah terbesar bersama Cina (Yunnan Tin) dan Peru (Minsur). "Kerja sama strategis antara Indonesia, Cina, dan Peru perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan peranan dalam pasar global," ujarnya.
Diketahui, PT Timah Tbk merupakan anak usaha dari MIND ID, holding BUMN pertambangan milik negara. MIND ID bertindak sebagai induk yang mengoordinasikan kebijakan dan strategi PT Timah bersama BUMN tambang lainnya.
Produksi Timah Merosot karena Kasus Korupsi
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi produksi timah nasional pada 2023 hanya 39.814 ton, turun tajam 41,65% dari capaian 2022 yang sebesar 68.236 ton.
“Produksi timah memang turun, karena ada kasus kan (korupsi),” kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Tri Winarno saat ditemui di DPR RI, Rabu (30/4).
Tri menambahkan, penurunan produksi juga terjadi pada beberapa komoditas lain seperti nikel, bauksit, tembaga, bijih emas, dan galena. Satu-satunya komoditas yang mencatat kenaikan produksi adalah besi.
Menurut Tri, penurunan produksi bauksit disebabkan kapasitas smelter yang belum optimal. Saat ini ada tujuh smelter bauksit yang pembangunannya belum selesai, bahkan masih di bawah 60%. Sebagian besar proyek ini terhambat karena masalah pendanaan.