7 Poin Penting RUPTL PLN 2025-2034, Pembangunan PLTN hingga Rincian Investasi

Tia Dwitiani Komalasari
27 Mei 2025, 07:40
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (tengah) didampingi Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu (kiri), dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi (kanan) menyampa
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/Spt.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia (tengah) didampingi Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu (kiri), dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi (kanan) menyampaikan keterangan saat konferensi pers pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) tahun 2025-2034 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (26/5/2025). Kementerian ESDM resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listr
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) untuk PT PLN (Persero) 2025-2034. Dalam RUPTL tersebut, disebutkan jika pemerintah berencana menambah kapasitas pembangkit listrik naik menjadi 69,5 gigawatt (GW) hingga 2034.

“Kita membutuhkan 69,5 GW listrik mulai tahun 2025–2034,” ucap Bahlil dalam konferensi pers RUPTL PLN 2025–2034 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (27/5).

Pada paparan tersebut, Bahlil juga menyebutkan sejumlah poin penting RUPTL terbaru. Berikut 7 poin penting RUPTL 2025-2034, seperti dihimpun oleh Katadata:

1. Dibutuhkan untuk Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

Bahlil mengatakan RUPTL ini disusun sesuai dengan target pertumbuhan ekonomi Prabowo sebesar 8% pada 2029. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi tersebut akan menambah permintaan listrik mulai dari kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, pusat data, kendaraan listrik dan sebagainya.

2.  Masih menambah kapasitas pembangkit batu bara

Pemerintah masih menargetkan menambah  penambahan kapasitas batu bara dan pembangkit fosil lainnya yaitu sebesar 16,3 gigawatt. Meskipun demikian, porsinya  hanya 24% dari penambahan kapasitas keseluruhan.

“Konsensus global kan bergeser sekarang, dan yang melakukan pergeseran ini salah satu di antaranya adalah negara yang menginisiasi Perjanjian Paris,” ucap Bahlil.

Menurut Bahlil, apabila negara yang menjadi inisiator Perjanjian Paris saja tidak mematuhi perjanjian tersebut, maka wajar bagi Indonesia untuk mempertanyakan komitmen dunia dalam Perjanjian Paris.

“Dia (Amerika Serikat) saja udah keluar, kok,” kata Bahlil.

3. Mayoritas berasal dari energi baru terbarukan

Sebanyak 76% kapasitas penambahan pembangkit akan berasal dari energi baru terbarukan yaitu sebanyak 52,9 GW. Penambahan tersebut terdiri dari pembangkit EBT sebesar 42,6 GW (61%), dan 10,3 GW untuk storage (15%).

ESDM merincikan lebih lanjut, porsi pembangkit EBT ini terdiri atas beberapa jenis sumber energi. Mulai dari sumber energi surya 17,1 GW, air 11,7 GW, angin 7,2 GW, panas bumi 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan nuklir 0,5 GW. 

Porsi pembangkit storage 10,3 GW terdiri atas dua jenis sumber energi, yakni baterai 6 GW dan PLTA Pumped Storage 4,3 GW. Sementara untuk pembangkit bersumber energi fosil 16,6 GW juga terdiri atas dua jenis, yakni gas 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW.

4. Potensi investasi capai Rp Rp 2.967,4 triliun.

Bahlil mengatakan potensi investasi dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 mencapai Rp 2.967,4 triliun. 

“Terdiri dari investasi pembangkit Rp 2.133,7 triliun, penyaluran listrik Rp 565,3 triliun, dan pemeliharaan Rp 268,4 triliun,” kata Bahlil dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Senin (26/5).

Berdasarkan paparannya, investasi dalam RUPTL dibedakan dalam dua fase. Pertama, periode 2025-2029 berjumlah Rp 1.173,94 triliun yang terdiri atas:

  • Pembangkit IPP Rp 439,6 triliun (38%)
  • Transmisi dan gardu induk Rp 191,1 triliun (16%)
  • Pembangkit PLN Rp 306,3 triliun (26%)
  • Distribusi dan lisdes Rp 105,7 triliun (9%)
  • Lain-lain Rp 131,24 triliun (11%)

Sementara itu, di periode 2030-2034 sebesar Rp 1.793,48 triliun terdiri atas:

  • Pembangkit IPP Rp 1.126,5 triliun (63%)
  • Transmisi dan gardu induk Rp 201 triliun (11%)
  • Pembangkit PLN Rp 261,3 triliun (14%)
  • Distribusi dan lisdes Rp 67,5 triliun (4%)
  • Lain-lain Rp 137,18 triliun (8%)

Jika dibagi berdasarkan partisipasi, investasi pembangkit dalam RUPTL ini mayoritas untuk partisipasi Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit listrik swasta sebesar 73%, Rp 1.566,1 triliun.

“Sementara investasi PLN dari Rp2.000 triliun lebih. Khusus untuk pembangkit sebesar Rp 567,6 triliun,” ujar Bahlil.

5. Serap jutaan tenaga kerja

RUPTL ini diperkirakan bisa menyerap lebih dari 1,7 juta tenaga kerja. Secara rinci, 836.696 tenaga kerja berasal dari kebutuhan industri manufaktur, konstruksi, operasi dan pemeliharaan untuk pembangkit. Sementara 881.132 tenaga kerja mencakup kebutuhan industri manufaktur, konstruksi, operasi dan pemeliharaan untuk transmisi dan gardu induk untuk distribusi.

6. Bahas Nuklir

Bahlil menyampaikan bahwa pemerintah menyasar Sumatera dan Kalimantan menjadi destinasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

“Itu sudah dicek kelayakan dan prioritas untuk sementara, ya, teknisnya begitu,” kata Bahlil.

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, Indonesia akan membangun PLTN dengan kapasitas sebesar 0,5 gigawatt (GW). Sebesar 250 megawatt (MW) akan dibangun di Sumatera, dan 250 MW sisanya akan dibangun di Kalimantan.

7. Bangun transmisi

Sebanyak 47.758 km transmisi akan dibangun, dengan rincian Jawa-Madura-Bali 13.889 km; Sumatera, Kalimantan 20.967 km; dan Sulawesi, Maluku, Papua 12.901 km. Pembangunan transmisi tersebut diharapkan dapat memperkuat infrastruktur kelistrikan Indonesia.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani, Antara

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan