ESDM Bantah Harga Batu Bara Merosot karena HBA, Salahkan Perang Dagang


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah jika penurunan harga batu bara disebabkan oleh penetapan harga batu bara acuan (HBA). Menurut dia, penurunan harga batu bara saat ini lebih disebabkan karena dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina.
HBA dengan kalori tertinggi pada periode kedua Mei 2025 turun US$ 10,77 per ton atau 8,89% menjadi US$ 110,38 per ton dibandingkan periode pertama Mei yang mencapai US$ 121,15 per ton. Seperti yang diketahui, Kementerian ESDM berencana menetapkan HBA sebagai patokan tarif batu bara Indonesia yang akan diekspor.
“Harga batu bara turun kami berharap bukan masalah HBA, tapi memang karena perang dagang saja sehingga mesin produksi di Cina dan India masih menurun karena masa transisi,” kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara, Surya Herjuna dalam FGD batu bara di Jakarta, Rabu (28/5).
Surya mengatakan, Indonesia sempat mengalami lonjakan volume ekspor batu bara hingga 171 juta ton pada 2024 hingga April 2025. Namun saat ini, volume ekspor tersebut turun menjadi 160 juta ton.
Dia menyampaikan Kementerian ESDM akan memonitor tren harga batu bara pada tiga sampai empat bulan ke depan. Dari monitor tersebut, Kementerian ESDM akan melakukan analisa apakah terjadi tren penurunan harga batu bara yang bisa berdampak pada proyeksi penjualan batu bara, baik untuk ekspor maupun kewajiban pemenuhan dalam negeri atau DMO.
“Tapi memang kondisinya menurut saya, kalau bicara (alasannya) HBA juga tidak pas, karena nyatanya DMO-nya juga turun,” ujarnya.
Surya mengatakan jumlah DMO batu bara di kuartal I 2024 mencapai 16 juta ton. Namun, DMO batu bara di periode yang sama tahun ini jumlahnya hampir 12 juta ton.
“Jadi sebenarnya juga turun untuk konsumsi DMO. Artinya sebenarnya mesin-mesin produksi di masing-masing negara ini memang lagi posisinya masih belum kencang lah pergerakannya itu,” ucapnya.
Penetapan HBA
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia sebelumnya berencana membatasi ekspor batu bara pada tahun ini. Langkah tersebut akan diikuti dengan kewajiban penggunaan harga lokal di pasar global.
"Harga batu bara lokal dalam ICI (Indonesia Coal Price Index) lebih rendah dari HBA (harga batu bara acuan). Karena itu, kami sedang mempertimbangkaan membuat keputusan Menteri ESDM agar acuan batu bara lokal di pasar ekspor adalah HBA," kata Bahlil di kantornya, Jakarta, Senin (3/2).
Pemerintah akan mengeluarkan sanksi bagi pihak yang tidak menaati HBA, seperti pencabutan izin ekspor. Langkah ini, menurut dia, penting agar Indonesia memiliki kedaulatan dalam menentukan harga komoditas itu.
Setiap bulan, Kementerian ESDM menerbitkan HBA untuk menetapkan harga penjualan batu bara sesuai dengan spesifikasinya. Untuk ICI, angkanya dikeluarkan oleh PT Coalindo Energy dan Argus Media, asal Inggris.
Selama ini, Bahlil melihat, rendahnya harga batu bara lokal di pasar ekspor membuat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor minerba susut. Walau demikian, sektor ini tetap menjadi kontributor utama PNBP sektor ESDM. Pada 2024 angkanya mencapai Rp 269,6 triliun atau 52,11% dari total realisasi PNBP ESDM.
Pada saat yang sama, Bahlil berencana untuk membatasi izin ekspor batu bara pada tahun ini. Langkah ini demi menjaga harga internasional tetap stabil. Dalam catatannya, volume ekspor batu bara sepanjang tahun lalu mencapai 555 juta ton. Angka tersebut setara dengan 30% sampai 35% dari total pasar batubara internasional yang mencapai 1,23 miliar sampai 1,5 miliar ton.
"Jadi, batu bara asal Indonesia dapat berdampak sistemik, masif, dan terstruktur ke pasar global kalau ada kebijakan pengetatan ekspor. Kalau harganya ditekan terus, tidak menutup kemungkinan kami akan lakukan pengetatan ekspor batubara," katanya.