Profil 4 Perusahaan Tambang Nikel Raja Ampat yang Izinnya Dicabut Pemerintah


Pemerintah mencabut empat izin usaha pertambangan atau IUP nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengatakan keempat perusahaan tersebut berada di wilayah Geopark Raja Ampat.
“Yang kami cabut adalah PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT. Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM),” kata Bahlil dalam konferensi pers di Sekretariat Presiden, Jakarta, Selasa (10/6).
Dia menyebut pencabutan IUP ini disebabkan oleh empat faktor. Pertama terkait pelanggaran lingkungan berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup. Kedua, kawasan geopark harus dilindungi dengan memperhatikan biota laut dan konservasinya.
“Sekalipun memang perdebatan yang akan terjadi adalah izin-izin ini diberikan sebelum kami tetapkan ini sebagai kawasan geopark,” ujarnya. Bahlil menyebut Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian khusus agar Raja Ampat tetap menjadi tempat wisata dunia.
Alasan ketiga berkaitan pertimbangan masukan dari pemerintah daerah dan juga tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Raja Ampat.
Meski mencabut empat IUP, pemerintah mengecualikan PT Gag Nikel dalam daftar tersebut. Perusahaan pertambangan nikel ini memiliki izin berbentuk kontrak karya yang berlaku hingga 2047.
“Sekalipun Gag tidak kami cabut, tetapi atas perintah Bapak Presiden kami mengawasi khusus dalam implementasinya. Jadi Amdal-nya (analisis dampak lingkungan) harus ketat, reklamasinya harus ketat, tidak boleh merusak turun bukarang. Jadi betul-betul kami akan awasi habis terkait dengan urusan di Raja Ampat,” ucapnya.
Profil Empat Perusahaan Tambang di Raja Ampat
- PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM Nomor 91201051135050013 yang diterbitkan pada 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayahnya memiliki luas 1.173 hektare (ha) di Pulau Manuran.
Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen Amdal pada 2006 dan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan) di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat. PT Anugerah Surya Pratama memiliki izin operasi produksi sejak 2013.
Berdasarkan keterangan Kementerian Lingkungan Hidup, perusahaan ini masuk dalam daftar yang melanggar lingkungan.
ASP, perusahaan penanaman modal asing asal Cina, diketahui melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas sekitar 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Di lokasi ini, KLH memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas.
- PT Nurham
PT Nurham memiliki IUP yang diterbitkan pada 2025. Pemegang IUP berdasarkan SK Bupati Raja Ampat Nomor 8/1/IUP/PMDN/2025 ini memiliki izin hingga 2033 dengan wilayah seluas 3.000 hektare di Pulau Waigeo.
Perusahaan telah memiliki persetujuan lingkungan dari Pemkab Raja Ampat sejak 2013. Hingga kini perusahaan belum berproduksi.
- PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
Perusahaan merupakan pemegang IUP dari SK Bupati Raja Ampat Nomor 153.A Tahun 2013 yang berlaku selama 20 tahun hingga 26 Februari 2033. Perusahaan ini memiliki cakupan wilayah 2.193 hektare di Pulau Batang Pele. Kegiatannya masih tahap eksplorasi (pengeboran) dan belum memiliki dokumen lingkungan maupun persetujuan lingkungan.
Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup, PT Mulia Raymond Perkasa juga melanggar aturan lingkungan. Perusahaan ini ditemukan tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitasnya di Pulau Batang Pele. Seluruh kegiatan eksplorasi dihentikan.
- PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
PT KSM memiliki IUP dengan dasar hukum SK Bupati Nomor 290 Tahun 2013, yang berlaku hingga 2033 dengan wilayah seluas 5.922 hektare. Untuk penggunaan kawasan, perusahaan tersebut memegang IPPKH berdasarkan Keputusan Menteri LHK tahun 2022. Kegiatan produksi dilakukan sejak 2023, namun saat ini tidak terdapat aktivitas produksi yang berlangsung.
Sama seperti ASP dan MRP, menurut Kementerian Lingkungan Hidup KSM juga melanggar aturan lingkungan. Perusahaan terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH seluas 5 hektare di Pulau Kawe.