Pertamina Waspadai Dampak Konflik Iran-Israel ke Stok Minyak, Ini Antisipasinya


PT Pertamina (Persero) menyatakan belum merasakan dampak langsung dari konflik yang memanas antara Iran dan Israel. Meskipun situasi tersebut mengkhawatirkan pasar global terkait potensi gangguan pasokan minyak, Pertamina masih memantau perkembangan secara seksama.
“Sampai sekarang belum ada dampak karena memang baru terjadi. Mungkin nanti Pertamina International Shipping dan Patra Niaga akan mitigasi dampaknya seserius apa,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso saat ditemui Jumat (13/6).
Iran merupakan salah satu anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang memproduksi sekitar 3,3 juta barel per hari (bph), dan mengekspor lebih dari 2 juta bph minyak dan bahan bakar.
Fadjar menjelaskan bahwa dalam situasi geopolitik seperti ini, Pertamina telah memiliki strategi mitigasi, termasuk perubahan rute distribusi dan diversifikasi pasokan.
“Kondisi Timur Tengah memang selalu fluktuatif, dan sudah terjadi beberapa kali konflik. Selain itu, kami sekarang impor crude sudah lebih fleksibel, jadi tidak terikat kontrak panjang sehingga bisa modifikasi jika ada gangguan di satu titik, misalnya shifting dari Afrika,” ujarnya.
Harga Minyak Naik Imbas Konflik
Harga minyak dunia tercatat naik sekitar 2% pada awal perdagangan Asia, Senin (16/6). Kenaikan ini dipicu oleh eskalasi konflik antara Iran dan Israel yang berlangsung sejak Jumat hingga Minggu, dan memicu kekhawatiran akan konflik regional yang lebih luas serta gangguan terhadap ekspor minyak dari kawasan Timur Tengah.
Harga minyak mentah Brent naik 2,3% menjadi US$ 75,93 per barel pada pukul 22.53 GMT, sementara West Texas Intermediate (WTI) naik 2,2% ke level US$ 74,60 per barel.
Reuters melaporkan harga minyak sempat melonjak lebih dari US$ 4 di awal sesi. Bahkan pada penutupan perdagangan Jumat sebelumnya, harga kedua minyak acuan ini tercatat melonjak hingga 7%.
Konflik bersenjata antara Israel dan Iran telah menyebabkan jatuhnya korban sipil dan meningkatnya kekhawatiran akan eskalasi regional. Militer kedua negara juga mendesak warga sipil untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap potensi serangan lanjutan.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya jalur pelayaran di Selat Hormuz, salah satu jalur penting ekspor minyak dunia. Sekitar seperlima konsumsi minyak global, atau sekitar 18–19 juta bph minyak mentah, kondensat, dan bahan bakar, melewati selat ini.
Sejumlah analis menyerukan agar OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia untuk meningkatkan produksi minyak untuk mengantisipasi potensi terganggunya pasokan minyak dari Iran.