Pemerintah Targetkan Proyek Migas Genting Oil hingga Geng North Berproduksi 2026
Pemerintah menargetkan sejumlah proyek migas mulai berproduksi pada 2026. Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Eksplorasi dan Peningkatan Produksi Migas, Nanang Abdul Manaf, mengatakan hal ini untuk menambah jumlah produksi migas nasional secara signifikan.
Proyek tersebut meliputi Hidayah, Genting Oil, Geng North, dan Andaman. Nanang mengatakan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah berupaya meningkatkan dan akselerasi lifting migas untuk menahan penurunan produksi dan mencapai peningkatan produksi pada 2025.
"Harapannya naik, tetapi secara agregrat untuk minyak masih menurun,” kata Nanang yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas Lifting Migas, dalam siaran pers, dikutip Kamis (19/6).
Sementara untuk gas, Nanang menyebut produksinya sudah meningkat sejak beberapa tahun terakhir, dengan adanya kontribusi proyek yang signifikan yaitu Jambaran Tiung Biru dan juga Tangguh Train 3.
“Agar target lifting tercapai, maka entry point harus bisa mendekati target di tahun tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan APBN 2025, target lifting migas nasional ditargetkan dapat mencapai 605.000 bph (minyak) dan 1,005 juta boepd (gas).
Terkait regulasi, Nanang menyampaikan bahwa Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 terkait Kerjasama Operasi (KSO) untuk sumur menganggur (idle) maupun lapangan idle serta sumur masyarakat, harapannya dapat berkontribusi lebih optimal dalam memberikan tambahan produksi migas.
Deputi Eksploitasi SKK Migas, Taufan Marhaendrajana, mengatakan pemerintah telah mempercepat proses persetujuan Plan of Development (POD) sehingga pencapaian Reserve Replacement Ratio (RRR) bisa dicapai dengan baik.
Namun, tantangan untuk mencapai tujuan tersebut adalah bagaimana mencapai Final Investment Decision (FID).
"Ini terlihat dari data 2019 hingga 2023 ketika RRR mencapai rata-rata 166%, namun yang bisa melewati FID masih jauh dibawah karena masih 8% hingga 10%,” kata Taufan
Tantangan berikutnya adalah terkait FID delay dan EPCI delay, dia menyebut hal ini menyebabkan eksekusi POD menjadi delay. Dia menekankan bagaimana eksekusi POD yang delay tersebut yang perlu dicarikan solusi dan dikerjakan bersama untuk mengatasi kendala tersebut.
Selain itu, dia mengatakan, KKKS perlu menjaga kehandalan fasilitas agar bisa meminimalkan kejadian unplanned shutdown. Sebab, hal ini berpotensi menghilangkan minyak hingga 15.000 barel per hari.
“Ini adalah jumlah yang signifikan dan harus diatasi bersama, terlebih fasilitas produksi yang sebagian sudah mature dan membutuhkan perhatian khusus,” ujarnya.
Adapun untuk gas dia menyampaikan memang ada kendala tetapi secara teknis mampu diatasi. “Agar lebih optimal dan mencapai target, maka tantangan GAP komersial harus dicarikan solusi karena ini berkaitan dengan pihak lain,” ucapnya.
