Pemerintah Berlakukan LPG 3 Kg Satu Harga untuk Seluruh Indonesia Mulai 2026

Mela Syaharani
3 Juli 2025, 13:41
Pekerja menata tabung gas 3 kg di SPBE Tanjungwangi, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (6/3/2025). Untuk mengantisipasi kenaikan konsumsi LPG selama periode Ramadhan dan Idul Fitri 2025 yang di prediksi meningkat sekitar 6,7 persen tersebut, PT. Pertamina Pat
ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/nz
Pekerja menata tabung gas 3 kg di SPBE Tanjungwangi, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis (6/3/2025). Untuk mengantisipasi kenaikan konsumsi LPG selama periode Ramadhan dan Idul Fitri 2025 yang di prediksi meningkat sekitar 6,7 persen tersebut, PT. Pertamina Patra Niaga telah menyiapkan 6.517 agen LPG dan 273.242 pangkalan LPG PSO di seluruh Indonesia.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan rencana penerapan liquified petroleum gas (LPG) subsidi 3 kilogram (kg) satu harga ini akan berlaku di seluruh Indonesia, dengan besaran tarif yang seragam di penjuru negeri.

“Pak Menteri kemarin mengatakan kan satu harga, berarti diterapkan untuk satu Indonesia bukan per wilayah,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui di sela-sela acara Mentari Day, Kamis (3/7).

Dadan menyebut rencana LPG satu harga ini memiliki kesamaan seperti penetapan tarif untuk BBM subsidi Pertalite yang harganya sama Rp 10.000 per liter, berlaku di seluruh Indonesia.

Dia menyebut pemerintah saat ini masih mengkaji rencana LPG satu harga ini. Rencana ini muncul karena adanya perbedaan harga LPG antar daerah yang ditetapkan oleh masing-masing pemerintah provinsi.

“Pak Menteri itu melihat, kami juga bisa membuat supaya pengawasan harga LPG subsidi menjadi sederhana. Kalau begitu mengawasinya kan lebih mudah, sekarang kan ada tempat yang harganya keterlaluan sampai Rp 50.000 per tabungnya,” ujarnya.

Dadan mengatakan kebijakan LPG satu harga ini akan melibatkan Pertamina, sebagai pihak yang menyalurkan BBM subsidi di Indonesia.  Berdasarkan Pasal 24A dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28 Tahun 2021, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota berwenang menetapkan HET LPG tertentu pada titik serah di sub penyalur tersebut.

Namun, penetapan HET ini memperhatikan kondisi daerah, daya beli masyarakat, marjin yang wajar, sarana serta fasilitas penyediaan dan pendistribusian LPG Tertentu. Berdasarkan Permen tersebut, berikut komponen HET LPG tertentu: 

  • Harga jual eceran LPG tertentu,  
  • Tambahan ongkos angkut penyalur LPG tertentu sampai dengan titik serah sub penyalur LPG tertentu
  • Margin sub Penyalur LPG Tertentu,  
  • Termasuk pajak-pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan LPG satu harga merupakan kelanjutan program pemberian subsidi energi untuk masyarakat yang mulai berlaku pada 2026.  

“Kami akan mengubah beberapa metode, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Ini ada kemungkinan akan dibahas untuk ditentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah,” kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7).

Bahlil mengatakan aturan LPG subsidi satu harga ini akan tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019 terkait penyediaan, pendistribusian dan penetapan harga LPG tertentu (LPG 3 kg), yang saat ini sedang dibahas pemerintah. Penetapan LPG subsidi satu harga juga untuk mencegah kebocoran anggaran yang dikeluarkan pemerintah.

“Negara menghabiskan uang yang banyak, antara Rp 80-87 triliun per tahun untuk subsidi LPG. Kalau harganya dinaikkan, terus, antara harapan negara dengan realita yang terjadi tidak sinkron,” ujarnya.

Harga Per Wilayah

Meski Dadan mengatakan satu harga untuk seluruh Indonesia, Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung menyebut sistem penetapan LPG satu harga ini mirip dengan program BBM satu harga, seperti Pertamax yang memasukkan biaya logistik sebagai salah satu penghitungan harga di masing-masing provinsi.

“Berarti kalau Rp 50.000 itu kan cukup banyak di rantai pasarnya. Jadi itu yang akan diatur, ditetapkan itu satu harga untuk setiap provinsi. Misalnya ada yang Rp 14.000, ada yang Rp 15.000 tergantung transportasi. Jadi nanti akan kami evaluasi untuk setiap provinsi,” ujar Yuliot saat ditemui di DPR RI.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...