Duduk Perkara BBM SPBU Swasta Langka, Tawaran Impor Lewat Pertamina Sepi Peminat

Mela Syaharani
3 Oktober 2025, 11:36
Petugas SPBU membersihkan mesin pengisian BBM di SPBU Shell, Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan pemerintah terus memantau situasi di lapangan, termasuk poten
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU
Petugas SPBU membersihkan mesin pengisian BBM di SPBU Shell, Jalan Margonda Raya, Depok, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan pemerintah terus memantau situasi di lapangan, termasuk potensi dampak terhadap tenaga kerja, agar kelangkaan di sejumlah SPBU swasta dapat segera diatasi melalui koordinasi dan pasokan bersama Pertamina.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kelangkaan pasokan bahan bakar minyak (BBM) di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sudah berlangsung lebih dari sebulan, atau tepatnya sejak Agustus 2025. Hingga saat ini, belum ada titik terang dari permasalahan tersebut.

Padahal, stok BBM di SPBU Swasta akan havo dan bis total pada Oktober 2025. Terdapat lima badan usaha SPBU swasta yang terdampak kejadian tersebut, yakni Shell Indonesia, BP-AKR, Vivo, AKR, dan Exxonmobil.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan SPBU swasta saat ini masih terus berkomunikasi dengan Pertamina, terkait penyelesaian kelangkaan BBM.

“Secara business to businessnya sedang dikomunikasikan, kolaborasi antara Pertamina dan swasta masih berjalan,” kata Bahlil saat ditemui di kantor BPH Migas, Kamis (2/10).

Ketua umum Partai Golkar ini mengatakan kondisi kelangkaan BBM di S{BU swasta tidak berdampak pada stok nasional. Pasalnya, BBM Pertamina dengan kadar oktan (RON) 92, 95, 98 ataupun Pertalite dalam kondisi cukup dan ketahanan untuk 18-21 hari. 

“Jadi tidak ada alasan dan ada satu persepsi bahwa BBM kita persediaannya menipis. Kuota impornya (swasta) sudah kami berikan sesuai apa yang disampaikan sebelumnya,” ujarnya.

Duduk Perkara Kelangkaan BBM

Kelangkaan BBM di SPBU swasta berasal dari kebijakan pemerintah yang membatasi impor bagi SPBU swasta. BP-AKR dan Shell Indonesia mengungkapkan bahwa mereka mendapatkan surat dari Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung pada 17 Juli 2025 yang menyatakan kuota impor bagi SPBU swasta tahun ini hanya 110% dari total penjualan 2024.

Sebelum surat itu terbit, Presiden Direktur BP-AKR, Vanda Laura mengatakan pihaknya sudah melihat potensi keterbatasan stok sejak Juni 2025. Sebulan kemudian, BP-AKR meminta penambahan atau penyesuaian kuota impor BBM pada Kemeterian ESDM. Namun, yang dia dapatkan adalah surat pembatasan impor.

“Kemudian pada Juli kami mendapatkan surat dari Bapak Wakil Menteri ESDM yang menyatakan bahwa kuota impor hanya 110%," ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (10/1).

Vanda mengatakan kebijakan yang mendadak tersebut merugikan karena perusahaannya sudah memiliki rencana membuka 10 SPBU baru taun ini. Pembatasan stok BBM tidak mencukupi kebutuhan perusahaannya.

Senada, President Director & Managing Director Mobility, Shell Indonesia Ingrid Siburian mengatakan Shell telah mengajukan mengajukan permohonan kuota impor tambahan karena melihat terjadi kenaikan permintaan konsumen. 

“Namun kami baru menerima tanggapan resmi dari Bapak Wakil Menteri ESDM tertanggal 17 Juli 2025 yang menyampaikan adanya pembatasan terhadap kegiatan impor,” kata Ingrid dalam kesempatan yang sama. 

Realisasi Kuota Impor BBM SPBU Swasta

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Laode Sulaeman, menjelaskan bahwa total kebutuhan impor untuk SPBU swasta diperkirakan mencapai 571.568 kiloliter (KL) hingga akhir tahun. Kebutuhan tersebut mencakup lima badan usaha dan berbagai jenis minyak bensin.

Jumlah ini berada di luar alokasi kuota impor 110% yang sebelumnya telah ditetapkan pemerintah, yakni sebesar 776.248 KL untuk tahun ini. Secara umum, realisasi impor BBM badan usaha swasta saat ini sudah berada di atas 98%.

Sebagai informasi, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter, yang cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025 sebesar 571 ribu kiloliter.

Berikut realisasi impor SPBU swasta:

  • PT Shell Indonesia (Shell), reasliasi impor sudah di atas 99%
  • PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR),  reasliasi impor sudah di atas 99%
  • PT Vivo Energy Indonesia (Vivo), reasliasi impor sudah di atas 99%
  • PT AKR Corporindo (AKR),  reasliasi impor sudah 98,77%
  • PT Exxonmobil Lubricants Indonesia, reasliasi impor sudah 76,11%

Pemerintah Ingin Perkuat Posisi Pertamina

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengatakan pemerintah sudah memberikan izin impor BBM ke perusahaan swasta dengan jumlah kuota yang sama seperti tahun 2024. Pemerintah bahkan menyetujui penambahan izin impor BBM sebanyak 10% tahun ini.

Di sisi lain, dia  menyampaikan pemerintah tengah memperkuat posisi Pertamina sebagai penopang utama ketersedian BBM domestik. 

“Saya ingin mengatakan bahwa hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Jadi Pertamina yang akan diperkuat,” kata Bahlil di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (27/8).

Ketua Umum Partai Golkar itu membantah tudingan bahwa pemerintah menutup akses impor tambahan kepada SPBU swasta yang dikhawatirkan dapat memicu persaingan tidak sehat dengan Pertamina. 

“Impor untuk 2025 kuotanya ini diberikan 110% dibanding dengan 2024. Jadi sangat tidak benar kalau kami tidak memberikan kuota impor. Tetapi untuk selebihnya silakan kolaborasi b to b dengan pertamina,” kata Bahlil di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (9/9).

Pemerintah Ingin Swasta Beli BBM dari Pertamina

Untuk mengatasi kelangkaan BBM di SPBU swasta, pemerintah memintah mereka untuk membeli BBM impor dari Pertamina. Pada pertengahan September 2025, Kementerian ESDM memanggil badan usaha swasta dan Pertamina melakukan rapat bersama membahas masalah kelangkaan pasokan BBM.

Bahlil mengatakan seluruh badan usaha pemilik SPBU swasta telah sepakat untuk melakukan impor BBM melalui Pertamina. Langkah ini diambil untuk mengatasi kelangkaan stok BBM akibat pasokan SPBU swasta yang mulai menipis. 

Bahlil menjelaskan keputusan ini merupakan hasil rapat antara Kementerian ESDM dan seluruh badan usaha SPBU swasta pada Jumat (19/9). “Mereka setuju dan memang harus setuju untuk beli serta kolaborasi dengan Pertamina,” kata Bahlil dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (19/9). 

Ia menegaskan, BBM termasuk cabang industri strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, cabang-cabang industri strategis itu dikuasai negara.

“SPBU swasta sudah diberikan kuota impor 110% dibandingkan 2024. Namun, dengan kondisi jatah tersebut sudah habis sebelum 31 Desember 2025, atas dasar itu pemerintah membuat keputusan untuk tetap dilayani dengan memberikan pasokan melalui kolaborasi dengan Pertamina,” katanya.

Menurut Bahlil, impor melalui Pertamina ini merupakan impor baru, bukan berdasarkan stok yang tersedia di Pertamina. “Syarat impornya itu harus bahan baku BBM (base fuel), artinya belum dicampur-campur. Jadi nanti pencampuran BBM akan dilakukan oleh masing-masing pemilik SPBU. Ini sudah disetujui dan ini solusi,” katanya.

Base fuel merupakan produk BBM yang belum dicampur dengan zat tambahan (aditif) dan pewarna. Nantinya, SPBU swasta mengolah base fuel tersebut sesuai dengan spesifikasi dan racikan masing-masing perusahaan. Penambahan zat aditif dan pewarna sesuai racikan masing-maing ini yang membedakan produk akhir BBM di SPBU swasta.

Berikut empat hasil rapat tersebut:

  1. Badan usaha swasta setuju untuk membeli melalui kerjasama dengan Pertamina, dalam bentuk komoditi  berbasis base fuel (produk BBM yg belum dicampur aditif dan pewarna).
  2. Melakukan pemeriksaan kualitas dengan join surveyor.
  3. Terkait harga, diatur oleh pemerintah secara fair tidak ada yang dirugikan, penentuan harga akan dilakukan secara terbuka dan disepakati bersama.
  4. Setelah Menteri ESDM melakukan konferensi pers, selanjutnya secara terpisah Pertamina dan badan usaha swasta melakukan koordinasi terkait 2 hal yaitu :
    • Skenario penyediaan pasokan untuk pemenuhan kebutuhan badan usaha swasta,
    • Pembahasan terkait aspek Commercial antar badan usaha tersebut untuk merealisasikan arahan Menteri ESDM dan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kriteria Base Fuel Pertamina Tak Sesuai Standar SPBU Swasta

Pengelola SPBU Vivo dan BP-AKR batal membeli bahan baku atau base fuel BBM dari PT Pertamina. Keduanya sempat sepakat membeli BBM murni tersebut dari Pertamina yang sudah tiba di Jakarta pekan lalu. Vivo bahkan menyatakan akan menyerap 40 ribu barel.

“Ada dua yang berkenan yakni Vivo dan BP-AKR (semula sepakat). Setelah dua SPBU berdiskusi kembali dengan kami, Vivo membatalkan untuk melanjutkan dan akhirnya tidak disepakati,” kata Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR Ri, Rabu (1/10). 

Ia menjelaskan BP AKR yang semula juga sepakat untuk membeli base fuel BBM dari Pertamina, belakangan ikut mundur. Dia menyebut pembatalan base fuel oleh Vivo dan BP AKR  berkaitan dengan kandungan ethanol sebesar 3,5% pada base fuel yang tersedia di Pertamina. Namun, ia menegaskan bawah  regulasi di Indonesia memperbolehkan kandungan etanol di BBM hingga mencapai 20%.  

“Ini yang membuat teman-teman SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut. Di mana konten itu sebetulnya masih masuk ambang yang diperkenankan oleh pemerintah,” ujarnya. 

Direktur VIVO Leonard Mamahit juga membenarkan jika perusahaan telah melakukan negosiasi dengan Pertamina terkait base fuel. “Tapi terdapat beberapa hal teknis yang tidak bisa dipenuhi oleh Pertamina sehingga apa yang sudah kami minta itu dengan terpaksa dibatalkan,” ujarnya dalam kesempatan yang sama. 

Namun, dia tidak menutup kemungkinan kami kerja sama ke depan jika permintaan mereka terkait spesifikasi base fuel BBM dapat dipenuhi Pertamina.

Kandungan Etanol dalam Base Fuel

Pertamina Patra Niaga mengatakan kandungan etanol dalam base fuel merupakan hal lazim di kalangan perusahaan migas dan berlaku secara internasional

“Penggunaan BBM dengan campuran etanol hingga 10% telah menjadi best practice di banyak negara seperti di Amerika, Brazil, bahkan negara tetangga seperti Thailand, sebagai bagian dari upaya mendorong energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mendukung pengurangan emisi karbon,” kata Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun dalam siaran pers, dikutip Jumat (3/10). 

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Laode Sulaeman mengatakan di Indonesia pemerintah hingga saat ini hanya mengatur kandungan oktan (RON) dalam BBM. Sehingga belum ada aturan terkait kandungan etanol dalam BBM. Laode mengatakan batalnya kesepakatan tersebut memang karena kemauan dari badan usaha SPBU swasta. 

“Mereka tidak mau menggunakan base fuel yang mengandung etanol. Tapi bukan berarti (kandungan etanol dalam base fuel) tidak berada dalam batas toleransi, jadi itu perbedaannya,” kata Laode saat ditemui di kantor BPH Migas, Kamis (2/10).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...