Bahlil Kaji Pengembangan BBM Mengandung Etanol 10%
Pemerintah tengah mengkaji penerapan Bioetanol 10% (E10) di Indonesia. Bioetanol merupakan bahan bakar minyak (BBM) yang dicampur dengan etanol.
“Sekarang belum E10, masih dalam pembahasan dan uji coba dahulu. Kalau sudah dinyatakan jelas, bagus, baru kami jalankan,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia ditemui di Sarinah, Selasa (8/10).
Melihat progres saat ini, ia menilai Indonesia membutuhkan waktu dua hingga tahun lagi untuk bisa menerapkan E10. Menurutnya, sebelum dijalankan, perlu perhitungan yang matang.
Etanol berasal dari tumbuhan seperti tebu atau jagung, sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil murni. Saat ini, tingkat campuran BBM dan etanol di Indonesia baru mencapai 5%, seperti yang digunakan dalam produk Pertamina Pertamax Green 95.
Bahlil menyebut, kajian pengembangan E10 ini berangkat dari keberhasilan mandatori penerapan biodiesel (B) yang sudah dimulai sejak 2016. Pada 2024 Indonesia sudah menerapkan B35 dan tahun ini memulai mandatori B40.
“Kami juga mulai mendorong (etanol) ke tahap sana (seperti biodiesel). Awalnya memang kami ingin membuat E10 dahulu, namun perlu mempersiapkan pabrik atau industri etanolnya,” ujarnya.
Dia menyampaikan pembangunan industri ini juga sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. Rencananya akan ada dua pembangunan pabrik etanol di Indonesia.
“Ada dua, yang berasal dari tebu kemungkinan besar lokasinya di Merauke, sementara pabrik yang berasal dari Singkong masih dipetakan secara baik,” ucapnya.
Penggunaan Etanol pada Mobil di Indonesia
Kementerian ESDM menyebut, mobil-mobil di Indonesia sebenarnya sudah mampu menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran etanol hingga 20%.
“Mesin-mesin yang ada di mobil, apa pun mereknya (di Indonesia), sebetulnya sudah mampu dengan kandungan etanol dalam BBM. Secara teori dan teknis itu maksimal bisa 20%,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) ESDM, Eniya Listiani Dewi, di Jakarta, Senin (6/10).
Menurut Eniya, fasilitas pencampuran bahan bakar milik Pertamina di Plumpang juga sudah siap mendukung pencampuran ethanol, bahkan hingga 20%. Bahkan di Plumpang sudah disediakan pipa untuk menyalurkan BBM tersebut. Meski secara teknis dan infrastruktur sudah siap, Eniya mengungkapkan alasan pencampuran etanol di BBM Indonesia masih terbatas pada 5%.
“Masalahnya di sumber (bahan baku). Kalau mau dimandatorikan juga kami bingung, sumbernya dari mana, karena Pak Menteri tidak mau impor etanol,” ujarnya.
