Kapasitas Listrik RI Tembus 107 GW, Porsi Energi Baru Terbarukan Hanya 14%

Mela Syaharani
14 November 2025, 11:47
kapasitas listrik nasional, ebt
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/nym.
Petugas membersihkan panel Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) on grid Sengkol kapasitas 7 megawatt peak (MWp) di Sengkol, Praya, Lombok Tengah, NTB, Kamis (16/10/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat sistem ketenagalistrikan nasional telah mencapai kapasitas terpasang sebesar 107 gigawatt per Oktober 2025. Dari jumlah tersebut porsi pembangkit listrik energi baru terbarukan atau EBT baru mencapai 15,47 GW atau 14,4%. Energi fosil masih mendominasi sebesar 91,76 GW atau 85,6%.

 “Tenaga air masih menjadi tulang punggung dengan kontribusi lebih dari 7% (7,57 GW),” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Tri Winarno dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII yang dipantau secara daring, Kamis (13/11).

Selain air, porsi pembangkit EBT juga disumbang dari biomassa sebanyak 3,17 GW (3%), kemudian panas bumi 2,74 GW (2,6%), surya 1,37 GW (1,3%), bayu 0,15 GW (0,1%), dan pembangkit tenaga listrik lainnya yang jumlahnya saya rasa masih relatif kecil. 

Dia menyampaikan porsi pembangkit EBT yang masih kecil ini terganjal beberapa tantangan dari setiap jenis pembangunan pembangkit. Dia menyontohkan untuk membangun pembangkit listrik tenaga air atau PLTA di wilayah pedalaman Indonesia memerlukan durasi yang lama.

“Kemudian panas bumi yang membutuhkan eksplorasi penuh risiko di hutan. Pembangkit listrik tenaga surya pembangunannya cepat namun sifatnya intermitten dan sangat bergantung pada cuaca. Untuk pembangkit angin produksi listrinya masih bergantung pada kecepatan angin,” ujarnya.

Komposisi 14% pembangkit EBT juga menunjukkan Indonesia masih ketergantungan kepada energi fosil, khususnya batu bara yang masih menjadi andalan pembangkit beban dasar. Pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU bisa beroperasi penuh 24 jam untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional.

“Kita a tidak bisa menutup mata tuntutan dekarbonisasi semakin menguat, baik dari sisi kebijakan nasional maupun dinamika ekonomi global,” ucapnya.

Selain PLTU, Indonesia juga masih menggunakan energi fosil seperti gas untuk sumber energi listrik khususnya di wilayah perkotaan dan pusat ekonomi. Tri mengatakan pembangkit gas diperlukan sebab karakternya lebih fleksibel dan mampu mengikuti perubahan beban jika kebutuhan listrik melonjak secara mendadak.

“Fleksibilitas inilah yang kelak akan menjadi semakin penting bagi penetrasi EBT variabel seperti surya dan bayu yang terus meningkat,” ucapnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani
Editor: Sorta Tobing

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...