Pemerintah akan Setop Impor Solar Jika Kilang Balikpapan Sudah Beroperasi
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan rencana penyetopan impor Solar 2026 bergantung pada operasional proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan.
Proyek RDMP Kilang Balikpapan merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan nilai investasi sebesar US$ 7,4 miliar atau Rp 126 triliun. Proyek ini menjadi salah satu investasi yang terbesar dilakukan BUMN dalam satu titik kegiatan untuk mengurangi impor BBM.
“Tergantung Pertamina, kalau Maret baru bisa beroperasi penuh maka di Januari dan Februari mungkin masih ada sedikit impor yang dilakukan,” kata Bahlil dalam siaran pers, dikutip Selasa (30/12).
Kendati demikian, Pemerintah saat ini masih menghitung terkait kebutuhan Solar pada 2 bulan pertama 2026. Jika pada Januari dan Februari pasokan cukup maka Indonesia tidak perlu mengimpor Solar.
Ketika kilang RDMP Balikpapan sudah beroperasi penuh, Indonesia diproyeksikan akan surplus 3-4 juta kiloliter (KL) Solar.
Selain pemenuhan kuantitas dan penghentian impor, Kementerian ESDM juga sedang menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk meningkatkan kualitas Solar di Indonesia.
Saat ini, produk Solar yang beredar telah memiliki angka setana (Cetane Number) CN 51, namun pemerintah menargetkan kualitas BBM dalam negeri setara dengan standar Euro 5.
Untuk mencapai kualitas tersebut, Indonesia menghadapi tantangan berupa kesiapan infrastruktur kilang yang ada saat ini. Meski begitu, Bahlil memastikan pemerintah berkomitmen untuk melakukan pemutakhiran teknologi kilang agar standar lingkungan yang lebih baik dapat tercapai.
"Upaya kami akan kesana (Euro 5). Memang sekarang infrastruktur kilang kita belum sepenuhnya memadai untuk itu. Tapi upayanya akan kesana (Euro 5), kami terus lakukan yang terbaik," ujar Bahlil.
Setop Impor Berlaku Juga untuk Perusahaan Swasta
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Laode Sulaeman sebelumnya mengatakan penyetopan impor solar 2026 juga berlaku bagi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta. Hingga saat ini sudah banyak data yang masuk terkait rencana impor solar dari pihak swasta.
“Sebenarnya yang dimaksud penghentian impor itu termasuk swasta. Jadi kalau mau (pasokan) Solar (swasta) silakan beli dari produk kilang dalam negeri,” kata Laode dalam acara Temu Media Sektor ESDM, Jumat (19/12).
Penyetopan impor juga berkaitan dengan kewajiban atau mandatory biodiesel B50 yang rencananya mulai diterapkan paruh kedua 2026. Tidak hanya setop impor, di saat yang bersamaan Indonesia juga membuka peluang ekspor Solar pada tahun depan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, jumlah konsumsi solar pada 2025 mencapai 39,15 juta kilo liter. Angka ini terdiri atas produksi 18,56 juta KL, produksi FAME 13,16 juta KL, dan impor sebanyak 4,9 juta KL atau 10,58% dari total kebutuhan pada 2025.
Sementara itu di sepanjang 2024, jumlah impor Solar mencapai 8,02 juta KL. Implementasi B50 akan mensubstitusi kebutuhan impor minyak solar pada 2026. Selain itu, penerapan B50 juga berpotensi menghemat devisa negara sebanyak US$ 10,48 miliar atau Rp 179,3 triliun.
Penghematan devisa tersebut didapat dari impor solar yang berhasil ditekan setelah program biodiesel diimplementasikan. Secara total, penerapan biodiesel telah menghemat devisa US$ 40,71 miliar di sepanjang 2020 hingga 2025.
