Beda Penanganan Infrastruktur Mengatasi Banjir di Jakarta dan Semarang
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah mengerjakan sejumlah infrastruktur untuk menangani masalah banjir menjelang puncak musim hujan yang diprediksi terjadi akhir Januari 2020. Daerah rawan banjir seperti DKI Jakarta dan Jawa Tengah menjadi salah satu prioritas penanganan.
Seperti diketahui, banjir besar melanda wilayah di DKI Jakarta pada malam pergantian Tahun Baru 2020, setelah diguyur hujan berintensitas tinggi mengguyur Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok (Jabodetabek) semalaman.
Alhasil, sejumah wilayah terendam, baik di daerah langganan banjir maupun kawasan yang semula bebas banjir pun ikut terdampak.
(Baca: Tunggu Anies Bebaskan Lahan, PUPR: Sodetan Ciliwung Rampung 6 Bulan)
Sementara di Jawa Tengah, banjir juga melanda beberapa daerah seperti Kabupaten Brebes, Kabupaten Grobogan dan Kota Semarang pada pekan lalu. Di Brebes dan Grobogan, banjir disebabkan oleh jebolnya tanggul penahan air. Sementara di Semarang, banjir disebabkan oleh naiknya air laut (rob).
Untuk menangani masalah itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat kunjungannya di Semarang mengatakan akan melakukan tiga hal. Pertama, penanganan dan pengerjaan tanggul darurat yang jebol. Kedua, penambahan jumlah pompa air dan ketiga, melakukan pengerukan dan pelebaran sungai.
Seluruh infastruktur penahan banjir akan dikerjakan dan dirampungkan dalam waktu dekat mengingat hujan dengan instensitas tinggi masih akan terjadi.
Meski demikian, Basuki masih belum memperikirakan angaran yang dibutuhkan untuk semuaproyek penanggulangan banjir lantaran dalam kondisi penunjukan langsung darurat. Sehingga biaya operasional akan dibabankan ke kontraktor terlebih dahulu.
"Dikerjakan dulu dengan administrasi yang tertib dan nanti direview oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) baru dibayar," kata Basuki saat memantau lokasi banjir di Kali Babakan, Kabupaten Brebes, Minggu (12/1).
Di Kota Lumpia, Basuki menargetkan sebanyak lima unit pompa air dengan kapasitas 2.000 liter per detik akan beroperasi untuk mengantisipasi banjir. Saat ini, Semarang hanya memiliki tiga unit pompa dengan kapasitas 700 liter per detik.
(Baca: Beda dengan Anies, Luhut: Normalisasi Ciliwung Perlu Guna Atasi Banjir)
Dia menjelaskan, penyedotan air dan dibuang ke laut menggunakan pompa merupakan salah satu solusi yang ampuh untuk mengurangi debit air. Oleh karena itu, nantinya pompa yang disiapkan beroperasi selama 24 jam.
"Sebenarnya seluruh infrastrukturnya sudah siap, rencananya ada pompa sebanyak lima kali 2.000 liter per detik, jadi ada 10 ribu meter kubik per detik," kata dia.
Sementara itu, penanganan banjir di Ibu Kota juga tengah dikebut. Adapun tiga infrastruktur dari hulu ke hilir yang sedang dikerjakan pihaknya, yakni Bendungan Ciawi dan Sukamahi, Bogor, Jawa Barat. Saat ini pembebasan lahan telah 90% dengan proses konstruksi 45%.
Di bagian tengah, PUPR akan melebarkan sejumlah sungai dan menambah penampungan air yang berada di Jakarta. Normalisasi sungai juga akan dilakukan di Kanal Banjir Timur (KBT) dan Kanal Banjir Barat (KBB).
Terakhir, adalah melanjutkan pembangunan sodetan Ciliwung ke KBT yang penyelesaiannya tertunda sejak tahun lalu karena masalah pemebebasan lahan dengan warga. Namun, Basuki mengatakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah sepakat dengan warga agar pembebasan lahan, sehingga diharapkan proyek tersebut bisa dikerjakan secepatnya.
“Tergantung pak Gubernur lahannya, kami sudah bangun terowongan dari Otista sampai Cipinang,” kata dia beberapa waktu lalu.
Rencana jangka panjang normalisasi sungai sebenarnya telah ada sejak tahun 1973. Namun, hal itu urung dilakukan lantaran terkendala berbagai hal.
(Baca: Kementerian PUPR Siapkan Tiga Infrastruktur Penahan Banjir di Jakarta)
"Pembiyaannya akan dilakukan melalui APBN. Masterplan-nya sudah lama sekali, orang bosan melihat ini karena sudah sejak 1973," kata Basuki beberapa waktu lalu.
Dari laman resmi PUPR, normalisasi merupakan proses pembuatan dinding turap beton pada sisi Sungai Ciliwung sedalam 10-12 meter. Tujuan dari normalisasi adalah untuk mengembalikan kondisi lebar sungai menjadi 35-50 meter.
Dengan demikian, kapasitas Sungai Ciliwung untuk menampung air dapat ditingkatkan dari 200 meter kubik per detik menjadi 570 meter kubik per detik. Ide untuk melakukan normalisasi Sungai Ciliwung ini muncul setelah Jakarta mengalami banjir besar pada 17 Januari 2012.