Ekonom Proyeksi Neraca Perdagangan Surplus Meski Ekspor-Impor Turun
Neraca perdagangan diproyeksi kembali surplus pada September 2019 meski kinerja ekspor dan impor belum membaik. Rencananya, Badan Pusat Statistik (BPS) pada siang ini akan mengumumkan data neraca perdagangan dalam negeri.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan kinerja ekspor dan impor masih akan menurun pada September 2019. Kendati demikian, surplus neraca perdagangan diperkirakan akan membaik dari US$ 85,1 juta pada Agustus menjadi US$ 325 juta.
Menurut Andry, ekspor pada September akan turun 1,76% dibanding bulan sebelumnya atau 6% dibanding periode yang sama tahun lalu ke kisaran US$ 14,3 miliar. Sementara impor, diperkirakan akan turun lebih dalam 3,44% dibanding bulan sebelumnya atau 6,8% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 13,71 miliar.
"Harga CPO turun, tetapi batu baru menunjukkan tren kenaikan karena ada peningkatan permintaan sebagai antisipasi musim dingin di Tiongkok," ujar Andry kepada Katadata.co.id, dikutip Selasa (15/10).
Adapun neraca perdagangan secara kumulatif Januari-September, menurut Andry, masih akan mengalami defisit sebesar US$ 1,49 miliar. Dengan kondisi tersebut, defisit transaksi berjalan (current account deficit) diproyeksi mencapai 2,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
(Baca: AS-Tiongkok Rujuk, Sri Mulyani Berharap Neraca Dagang Membaik)
Vice Presiden Monex Invesstindo Futures Ariston Tjendra juga memperkirakan neraca perdagangan bulan September 2019 mengalami surplus US$ 100 juta. Ia justru khawat kembali terjadinya penurunan pada aktivitas ekspor dan impor.
"Meskipun ekspor impor turun tapi kalau ekspor lebih besar dari impor, bisa surplus," ujar Ariston dihubungi di waktu yang berbeda.
Senada, Direktur Riset Center Of Reform on Economics (CORE) Pieter Abdullah Redjalam juga memproyeksikan neraca perdagangan hari ini akan surplus tipis. Ia menilai, surplus akan berada di antara US$ 100 juta hingga US$ 200 juta. Ini disebabkan penurunan impor lebih besar daripada penurunan ekspor.
Sementara itu, Ekonom Permata Bank Josua Pardede memperkirakan neraca perdagangan September mengalami defisit. Ia memperkirakan laju ekspor akan mengalami penurunan sebesar 5,8% secara tahunan. Sedangkan laju impor diperkirakan juga akan mengalami kontraksi sekitar 3,5%.
"Defisit diperkirakan US$49juta dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat surplus US$85juta," kata Josua kepada Katadata.co.id, Selasa (15/10).
(Baca: Investor Khawatir Data Neraca Dagang Jeblok, Rupiah Bergerak Melemah)
Menurut Josua, ekspor masih tertekan oleh tren penurunan harga komoditas ekspor seperti batubara yang sepanjang bulan September turun sekitar 1,4% secara bulanan serta Crude Palm Oil (CPO) yang turun tipis sekitar 0,02%. Volume ekspor pun diperkirakan sedikit melambat dipengaruhi oleh perlambatan aktivitas manufaktur mitra dagang utama Indonesia seperti Uni Eropa, Jepang, Korea.
Di sisi impor, impor migas diperkirakan sedikit meningkat seiring kenaikan harga minyak di pasar internasional sebesar 3,7% sepanjang bulan September. Selain itu, aktivitas manufaktur Indonesia yang cenderung meningkat juga akan mendorong kenaikan dari sisi impor.
Namun secara keseluruhan, Josua memperkirakan defisit perdagangan pada triwulan III-2019 masih akan defisit US$28juta, menurun dibandingkan kuartal sebelumnya yang tercatat defisit U$1,8miliar. "Dengan demikian, defisit transaksi berjalan pada kuartal ketiga tahun 2019 diperkirakan menurun ke kisaran 2,2% hingga 2,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)," tutupnya.