Di Atas Prediksi, BPS Catat Neraca Dagang Mei Surplus US$ 210 Juta
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan pada Mei 2019 surplus US$ 210 juta. Secara rinci, nilai ekspornya naik 12,42% dari April 2019 menjadi US$ 14,74 miliar. Sementara, impornya turun 5,62% menjadi 14,53 miliar USD.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, perekonomian saat ini masih dirundung ketidakpastian global serta harga komoditas yang berfluktuasi. “Hal ini berpengaruh ke neraca dagang kita. Keduanya merupakan negara tujuan utama Indonesia,” katanya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (24/6).
Ekspor komoditas yang turun, terutama bijih tembaga, minyak kelapa sawit, batu bara, dan nikel. “Rata-rata komoditas ini merupakan ekspor utama dari Indonesia,” ujar Suhariyanto.
Pada Mei 2019, total ekspor mencapai US$ 14,74 miliar atau 12,42% naik dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor migas naik 50,19% sepanjang april-mei 2019. Untuk ekspor nonmigas naik 10,16% karena adanya peningkatan permintaan perhiasan permata dan bahan bakar mineral HS 27.
Namun, total ekspor itu jika dibandingkan Mei 2018 terjadi penurunan 8,99%. Secara kumulatif, ekspor Januari-Mei 2019 mencapai US$ 68,46 miliar atau turun 8,61% dari periode sebelumnya.
Untuk impor migas pada bulan lalu turun sebesar 6,48% dibandingkan April 2019. Impor nonmigas juga melemah 5,48%. Dari sektornya, untuk impor konsumsi terjadi kenaikan 5,62%. Hal ini terjadi karena pemerintah melakukan impor bawang putih, peralatan elektronik, dan obat-obatan. Namun, impor bahan baku dan barang modal, turun masing-masing 7,82% dan 1,76% dari April 2019.
Secara kumulatif impor Januari-Mei 2019 mencapai US$ 70,60 miliar atau turun 9,23% dibanding tahun lalu. Penurunan paling tajam terjadi pada impor barang konsumsi sebesar 11,10%.
(Baca: Defisit Neraca Dagang Mei 2019 Diperkirakan Susut Jadi US$ 1,2 Miliar)
Terjadinya surplus ini di luar ekspektasi ekonom sebelumnya, Direktur riset Center Of Reform on Economics Pieter Abdullah Redjalam memperkirakan neraca perdagangan pada bulan Mei 2019 masih akan defisit. "Neraca perdagangan masih akan defisit di bulan Mei walaupun tidak akan sebesar defisit pada bulan lalu," ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id.
Sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 mengalami defisit US$ 2,5 miliar atau setara Rp 36 triliun. Angka ini merupakan yang terdalam sepanjang sejarah.
Merosotnya kinerja ekspor serta meningkatnya impor membuat defisit neraca perdagangan kembali di atas US$ 2 miliar dalam lima bulan terakhir. Defisit neraca perdagangan migas naik hampir tiga kali lipat menjadi US$ 1,49 miliar dan neraca dagang nonmigas juga terjadi defisit senilai US$ 1 miliar. Keduanya memicu terpuruknya kinerja perdagangan domestik.
Dengan pertimbangan bulan Mei yang bertepatan dengan Ramadan dan persiapan Lebaran, impor barang-barang konsumsi akan tinggi. Pieter memperkirakan neraca perdagangan masih akan defisit di kisaran US$ 700 juta hingga US$ 1,2 milliar. Ia memastikan di bulan apapun itu jika sudah bertepatan dengan Ramadan, maka impor barang konsumsi termasuk bahan baku dan pangan dipastikan akan melonjak.
Selain itu, impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai Pieter mengalami kenaikan pada bulan lalu. Hal ini dipicu kebutuhan para pemudik yang kebanyakkan menggunakan jalur darat sebagai pilihan untuk kembali ke kampung halaman. "Pastinya kan kebutuhan BBM kita di Mei lebih besar," katanya.
(Baca: Ekonomi Melambat, Analis Nilai Defisit Dagang Harus Segera Diperbaiki )