Pemerintah Diminta Untuk Antisipasi Lonjakan Konsumsi di Bulan Ramadan
Pengamat meminta pemerintah mulai memperhatikan pergerakan harga saat bulan Ramadan yang akan jatuh Mei dan Juni. Sebab, pada periode tersebut terjadi lonjakan konsumsi yang bisa memicu lonjakan harga bahan pokok.
Dewan Pembina Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Khrisnamurthi menyatakan bulan puasa merupakan salah satu periode terjadinya lonjakan konsumsi masyarakat. "Antisipasi terkait lonjakan konsumsi semestinya pas ramadan, tetapi sepertinya harga masih stabil," kata Bayu di Jakarta, Kamis (25/4).
Hingga kini, Bayu menuturkan belum terlihat adanya gejolak pada harga produk pangan kecuali produk bawang putih. Alasannya, porsi produksi bawang putih dalam negeri untuk pemenuhan kebutuhan nasional hanya sebesar 3%. "Tapi sekarang stabil, situasi juga akan baik pada bulan ramadan nanti," ujar Bayu.
(Baca: Genjot Produksi Lokal, Kementan Perluas Sentra Produksi Bawang Putih )
Selain faktor suplai, Bayu menjelaskan kenaikan harga karena siklus tahunan produksi yang mengacu pada permintaan dan penawaran. Contohnya, bawang merah yang harganya naik karena faktor musim yang belum panen.
Sementara, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Pengolahan Makanan dan Industri Peternakan Juan Permata Adoe mengungkapkan kebutuhan pangan saat ramadan akan stabil. Alasannya, tidak ada faktor lonjakan yang memicu konsumsi normal. Kemudian, menurutnya produk juga tersedia sehingga inflasi bakal terkendal.
"Variasi pangan yang ada sudah jelas sehingga segmen pasar juga semakin terlihat dengan baik sasarannya," kata Juan.
Ia juga menjelaskan, pemerintah tidak melakukan instruksi intervensi harga daging seharga Rp 80 ribu per kilogram. Alhasil, masyarakat juga akan memilih daging sesuai kebutuhan sehingga lonjakan harga bisa lebih terkontrol.
(Baca: Ramadan-Lebaran, Pengusaha Makanan Minuman Bidik Pertumbuhan Omzet 30%)