Sokong Perekonomian Keluarga, Perempuan Difabel Rintis Bisnis Kuliner

Image title
18 Maret 2019, 12:04
IIW
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Suasana dalam acara Katadata Forum X Investing in Women yang mengangkat tema “Scaling Up Women Enterprenuers” di JW Marriot Hotel, Mega Kuningan, Jakarta (5/3). Diskusi akan dipandu oleh Marlisa Soepeno (Owner of Manessa Ethnic). Hadir pula sebagai pembicara Hayuning Sumbadra, Owner of ADRAWORLD, Batin and Untukmu, Dian Wulandari, Co-Founder of Instellar dan Dondi Hananto, Partner of Patamar Capital.

Keterbatasan mungkin dimiliki semua orang dalam bentuk yang berbeda-beda, salah satunya disfungsi panca indera. Elisa Shio Ing dan Karina Azra merupakan dua dari sekian banyak difabel tunawicara dan tunarungu. Alih-alih meratapi kekurangan diri, keduanya justru berjuang agar mandiri secara finansial.

Elisa dan Karina sama-sama menggeluti bisnis kuliner skala rumahan. Usaha yang dijalankan bertolak dari motivasi sama, yakni menyokong perekonomian keluarga. Elisa fokus membantu membiayai kehidupannya bersama orang tua, sedangkan Karina hendak membantu menambah penghasilan suami.

Produk kuliner yang dijajakan sama-sama makanan kecil berupa kue. Karina hadir menawarkan desert manis perpaduan cake, krim, dan ganache. Makanan ini dikemas dalam mangkuk plastik kecil. Sementara itu, Elisa mengusung camilan tradisional bakpia.

Bisnis makanan penutup (desert) yang dibuat Karina berbasis di DKI Jakarta dan pemasarannya melalui Instagram. Setelah pelanggan memesan barulah kue diproduksi lalu dikirim pada keesokan harinya. Produk kuliner bernama @by.allie.id ini baru berjalan sekitar sebulan terakhir.

Perempuan berusia 20-an tersebut menyatakan, proses produksi dikerjakan sendiri dan pemasaran dibantu saudaranya. "Tujuan berbisnis ini untuk membantu (keuangan) suami," kata Karina dengan menggunakan bahasa isyarat, saat menghadiri seminar Katadata bersama Investing in Women yang bertajuk Scaling up Women Entrepreneurs di Jakarta, 5 Maret 2019 lalu.

Modal awal yang digunakan Karina berasal dari kocek sendiri, yakni dengan menyisihkan sebagian uang bulanan dari suaminya. Jumlah pembeli saat ini baru sekitar 20 pemesan setiap bulan, yang rerata memborong lima mangkuk desert buatan @by.allie.id.

"Omzet saya per hari bervariasi, tergantung jumlah pesanan. Tetapi rata-rata bisa Rp 300 ribu sampai dengan Rp 400 ribu per hari. Saya ingin mengembangkan bisnis ini lebih besar, saya butuh modal lagi. Kelak ingin rekrut karyawan," ujar Karina.

Elisa justru tak menargetkan skala usaha bakpia miliknya membesar. Dia hanya menginginkan agar penghasilan dari berjualan Elisa Bakpia cukup untuk membiayai keluarga dan tabungan menjelang pernikahannya.

Sejauh ini, Elisa mengerjakan seluruh proses produksi hingga distribusi bakpianya sendirian. "Modal awal juga dari saya sendiri, yakni uang bulanan dari orang tua, saya simpan untuk membeli bahan baku," katanya.

Elisa memulai usaha bakpia setelah lamaran kerjanya tidak diterima suatu perusahaan. Dia kemudian berpikir untuk menjalankan bisnis sendiri. Hasilnya, Elisa Bakpia beroperasi sejak 2017. Penjualan kue khas Yogyakarta ini dengan cara dititipkan ke warung, produksi per hari antara 600 hingga 800 buah. "Omzet per hari bisa Rp 600 ribu," ucapnya.

Bisnis kuliner yang dijalankan Karina dan Elisa bagian dari 14 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia yang dikelola perempuan. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat, total UMKM pada tahun lalu hampir 60 juta usaha.

 

Kontribusi Perempuan Dalam UMKM Turut Dongkrak PDB
Kontribusi Perempuan Dalam UMKM Turut Dongkrak PDB (Katadata)

Secara umum, sebagian perempuan pengusaha masih terhambat dalam mengembangkan usahanya terutama, karena permodalan. Beberapa masalah lain ialah akses untuk mendapatkan informasi dan pengembangan keterampilan.

Ada perusahaan atau lembaga yang bisa membantu UMKM memperoleh akses pendanaan, seperti Patamar Capital, perusahaan modal ventura dengan jaringan bisnis yang tersebar di beberapa negara Asia Tenggara.

Partner Patamar Capital Dondi Hananto mengatakan pihaknya berupaya memeratakan kesempatan bagi perempuan pengusaha dalam mengakses permodalan. Apalagi, tak semua kalangan, seperti difabel, dapat mandiri secara finansial dengan menjadi pebisnis, sebagian ada yang bekerja sebagai karyawan.

Selain itu, ada DNetwork Indonesia, perusahaan yang menjembatani kebutuhan pemberi dan pencari kerja di sektor formal. Kini, terdapat lebih dari 200 perusahaan masuk ke dalam jaringan kerja difabilitas yang disediakan perusahaan rintisan (startup) tersebut. Bidang usaha yang dilakoni ratusan korporasi bervariasi, terbanyak adalah perhotelan dan ritel.

Koordinator Proyek DNetwork Indonesia Arina Pradhita mengatakan, perusahaan mitra DNetwork.net terbanyak bergerak di sektor perhotelan, karena markas DNetwork Indonesia berada di Pulau Bali, salah satu destinasi wisata tersohor di Tanah Air.

"Divisi yang bisa dimasuki para tenaga kerja difabel sebetulnya beraneka ragam. Kalau di hotel bisa housekeeping atau food and beverage. Kalau di kantor, bisa administrasi, akuntansi, dan lain-lain," ucap Arina.

DNetwork Indonesia merupakan organisasi nirlaba yang beroperasi sejak 2013. Startup ini tidak hanya menyediakan platform digital untuk mempertemukan perusahaan dengan calon pekerja difabel, tetapi juga memberikan pelatihan softskills kepada difabel.

This article was produced in partnership with Investing in Women an initiative of the Australian Government that promotes women’s economic empowerment in South East Asia.

Reporter: Tim Publikasi Katadata

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...