15,3 Juta Keluarga Miskin Ditargetkan Terima Bantuan Pangan Non-Tunai
Pemerintah menargetkan seluruh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) beralih menjadi penerima Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) pada tahun ini. Hingga akhir 2018, jumlah penerima BPNT masih sebesar 10 juta keluarga dari 15,3 juta KPM.
Menteri Sosial Agus Gumiwang menyatakan hingga kini masih terdapat sekitar 5,3 juta KPM yang masih menerima beras sejahtera (Rastra). Golongan tersebut ditargetkan segera beralih ke program BPNT. “Kami sedang siapkan pendataan. Ini berarti 100% keluarga penerima manfaat bakal menerima Bantuan Pangan Non-Tunai,” kata Agus di Jakarta, Rabu (20/2).
Namun, proses pergeseran dari rastra menjadi BPNT akan dilakukan secara bertahap. Sebab, masih ada KPM yang tinggal di daerah terpencil yang masih minim infrastruktur teknologi.
Terlebih lagi, untuk pencairan BPNT kerap memerlukan akses internet melalui warung elektronik (e-warong). Namun, hal itu diharapkan bisa diatasi dengan penyediaan mesin EDC (Electronic Data Capture) tanpa jaringan internet. “Itu akan kami siapkan,” ujar Agus.
(Baca: Lebih Rendah Dari Asumsi Bulog, Harga Rastra Ditetapkan Rp 10.219/kg)
Dalam program BPNT, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 110 ribu per bulan dalam bentuk transfer tunai kepada KPM lewat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Dana tersebut hanya bisa digunakan untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras dan telur di e-warong.
Namun, Agus mengaku bakal memasukkan minyak goreng dan gula sebagai komoditas yang bisa nantinya dapat ditransaksikan melalui BPNT agar penerima KPM bisa mendapatkan keleluasaan dalam menggunakan dana bantuan pemerintah.
Sementara itu, Perum Bulog mengaku keberatan kalau penyaluran Rastra bergeser sepenuhnya menjadi BPNT. Namun, Bulog optimistis tetap bisa bersaing dalam menjual beras kepada masyarakat.
(Baca: Harga Beras, Bulog, dan Permintaan Jokowi)
Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengungkapkan kualitas beras Bulog sama dengan perusahaan swasta produsen beras. Selain itu, Bulog akan menawarkan beras dengan harga yang lebih murah.
Alasannya, Bulog memiliki keterjangkauan yang lebih tinggi di seluruh wilayah Indonesia sehingga akan memotong ongkos produksi beras sampai kepada e-warong. “Harusnya sudah tidak ada alasan lagi untuk ragu dengan beras Bulog, bicara kualitas kami bisa bersaing, harga juga lebih murah,” kata Budi.