AS Kembali Panggil Indonesia Terkait Fasilitas Khusus Bea Masuk GSP
Amerika Serikat (AS) kembali memanggil Indonesia terkait peninjauan ulang fasilitas khusus bea masuk Generalized System of Preferences (GSP). Rencananya, sidang kepada Indonesia bakal dilaksanakan pada 29 November 2018 bersama Uzbekistan.
Asisten Deputi United States Trade Representative (USTR) untuk GSP, Erland Herfindahl, menyebutkan sidang bakal membahas tentang hak kekayaan intelektual.
"Pihak yang akan bersidang harus mengirimkan submisi pernyataan paling lambat 13 Desember 2018," kata Herfindahl dalam dokumen USTR, dikutip Selasa (27/11).
(Baca: Nego Fasilitas Bea Masuk, RI-AS Naikan Transaksi Dagang US$ 50 Miliar)
Petisi untuk sidang dilakukan berdasarkan permintaan International Intellectual Property Alliance dalam dokumen USTR-2013-0011-0016 tahun 2012. Namun, pada sidang kali ini berbeda kasus dengan dokumen USTR-2018-0007 terkait tinjauan ulang fasilitas GSP untuk akses pasar dan jasa serta akses investasi pasar.
Direktur Perundingan Bilateral, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Ni Made Ayu Marthini, mengungkapkan proteksi dan peningkatan hak kekayaan intelektual telah menjadi prioritas utama pemerintah.
Pernyataan itu berdasarkan submisi dokumen kepada USTR pada tanggal 16 November 2018. Beberapa upaya pemerintah termasuk aturan tentang kekayaan intelektual, penguatan kerja sama internasional tentang hak intelektual, perdagangan, dan investasi, serta meningkatkan kerja sama kementerian dan lembaga nasional.
"Berdasarkan upaya yang telah pemerintah lakukan dan komitmen untuk meningkatkan hak kekayaan intelektual, kami meminta AS untuk memperpanjang program GSP untuk Indonesia," ujar Made.
(Baca : Pertahankan Fasilitas Bea Masuk Impor, Pemerintah Raih Dukungan di AS)
Indonesia juga berharap perdagangan dengan AS yang masih dikaji oleh USTR pada April 2018, segera menemui konklusi terbaik. Sehingga, kedua pihak bisa sama-sama berfokus pada kerja sama peningkatan perdagangan dan investasi.
Penasehat IIPA, Kevin M. Rosenbaum, mengakui Indonesia telah berupaya meningkatkan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual, terutama produk dari AS. Selain itu, Indonesia juga telah membuka investasi asing dengan menggeluarkan film dan studio rekaman dari Daftar Negatif Investasi (DNI) tahun 2016.
Rosenbaum mengungkapkan IIPA menghargai upaya Indonesia untuk memenuhi kriteria penerima program GSP. Pernyataan itu berdasarkan submisi kepada USTR pada 13 November 2018.
"Kami rekomendasikan kepada pemerintah AS untuk menyudahi investigasi karena pemerintah Indonesia telah melakukan tindakan penyelesaian masalah," katanya.