Rupiah Bergejolak, Industri Rumah Tangga Naikkan Harga Jual Makanan
Produsen makanan minuman skala rumah tangga dan beberapa produk makanan minuman impor mulai menaikkan harga jual. Kenaikan harga yang berkisar antara 5%-10% itu dipicu oleh meningkatkanya biaya produksi, terutama biaya bahan baku akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman menuturkan bahan baku industri makanan minuman saat ini masih banyak yang bergantung pada impor. Misalnya, untuk bahan baku industri tepung terigu yang sebesar 100% masih didapat dari impor, disusul gula 80%, garam 70%, susu 80%, kedelai 70% dan jus buah 70%.
Karenanya, pelemahan nilai tukar rupiah memberi tekanan cukup besar pada beberapa industri skala rumah tangga. Golongan industri ini, menurut Adhi, memiliki daya tahan rendah dan lebih sensitif terhadap kenaikan harga bahan baku. Ditambah industri ini biasanya tidak memiliki stok bahan baku dalam jumlah besar.
(Baca: Margin Perusahaan Makanan Minuman Menyusut seiring Pelemahan Rupiah)
Sebaliknya, produsen makanan minuman besar masih mampu menahan kenaikan harga. Penyesuaian harga kemungkinan baru akan direalisasikan awal tahun depan sebesar 5%.
"Produsen makanan minuman besar, termasuk juga pada retail modern masih menahan kenaikan harga hingga tahun depan untuk menjaga daya beli masyarakat," kata Adhi kepada Katadata.co.id, Jumat (9/11).
Kenaikan harga jual barang sejalan dengan Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (BI). Pada survei itu menyebutkan, ada indikasi tekanan kenaikan harga pada tiga-enam bulan mendatang (Desember 2018). Indikasi tersebut terlihat dari Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) tiga bulan mendatang sebesar 159,3 meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 144,3. Namun, tekanan kenaikan harga diprediksi mulai mereda atau turun pada Maret 2019.
(Baca : Harga Daging Ayam Melonjak, KFC Kerek Harga Jual)
Survei juga menunjukan kinerja penjualan eceran pada September 2018 tetap optimistis. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) September 2018 yang tumbuh 4,8% secara tahunan (yoy), meskipun tidak setinggi pertumbuhan IPR bulan sebelumnya yakni sebesar 6,1%(yoy).
Adapun pada Oktober 2018, penjualan eceran diprakirakan tetap tumbuh positif yang tercermin dari pertumbuhan IPR sebesar 3,8% secara tahunan."Penjualan eceran diperkirakan masih akan terdorong oleh penjualan sub kelompok komoditas sandang dan kelompok komoditas bahan bakar kendaraan bermotor," tulis laporan tersebut.