Ombudsman Sebut Kewenangan Pernyataan Impor Beras Ada di Kemendag
Data realisasi impor beras sulit diketahui publik. Perum Bulog, selaku operator yang bertugas menyerap dan mendistribusikan beras saat ini tak lagi menyertakan data pengadaan beras dari luar negeri dalam situsnya. Namun menurut Ombudsman Republik Indonesia, hal itu tidak bisa disalahkan karena pernyataan mengenai data impor beras merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan.
Komisioner Ombudsman RI Alamsyah Saragih mengatakan kewenangan pernyataan tentang impor beras saat ini menjadi ranah Kementerian Perdagangan. Hal ini sejalan dengan kewenangan penetapan impor yang mereka peroleh sebagai regulator dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas).
(Baca : Kemendag Akui Ada Tambahan Impor Beras 500 Ribu Ton)
Alamsyah menyebut, posisi Bulog dalam hal importase beras, saat ini hanya bertugas sebagai pelaksana kebijakan. “Otoritas informasi mengenai distribusi berada di Kementerian Perdagangan, selaku pihak pemerintah,” kata Alamsyah kepada Katadata, Jumat (13/7).
Meski demikian menurutnya, Bulog juga tidak dilarang untuk memberikan informasi mengenai posisi stok, pemanfaatan, dan distribusi beras impor yang ada di gudang. Namun, informasi tentang distribusi beras impor tetap merupakan milik Kementerian Perdagangan. Sedangkan untuk statistik perdagangan, publik bisa mengacu kepada data Badan Pusat Statistik (BPS).
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita sebelumnya menjelaskan, berdasarkan keputusan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko), pihaknya diberikan izin impor untuk menambah impor beras sebesar 500 ribu ton. Sehingga impor beras sepanjang tahun ini memiliki jumlah total sebanyak 1 juta ton.
Enggar mengatakan, keputusan impor dilakukan berdasarkan perhitungan ketersediaan suplai produksi beras dari petani.
(Baca : 219 Ribu Ton Beras Impor Siap Masuk Gudang Bulog Hingga Juni 2018)
Dia juga menuturkan, keputusan impor itu diambil karena melihat stok beras di gudang beras yang mulai menipis, sementara tingkat kebutuhan diprediksi terus meningkat. “Kebijakan diputuskan karena suplai beras yang kurang,” katanya, Mei lalu.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyatakan tidak akan mendatangkan beras impor tambahan sebesar 500 ribu ton dalam waktu dekat. Bulog akan menghitung data produksi beras dengan sejumlah pihak, seperti Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS). Dia pun menegaskan Bulog hanya melakukan impor sebanyak 500 ribu ton.
Sedagkan, berdasarkan situs resmi Bulog, realisasi impor beras per 28 Mei 2018 jumlahnya telah mencapai 561 ribu ton, lebih besar dari pernyataan Budi Waseso. Namun, setelah itu data pengadaan dari luar negeri rupanya tak lagi dicantumkan dalam situs Bulog.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa menuturkan posisi impor beras sudah mencapai 938 ribu ton. Menurutnya, data itu dia peroleh dari Bulog.
Dia menilai, opsi impor harus dilakukan sesuai izin yang diberikan Kementerian Perdagangan sebesar 1 juta ton. Karena produksi beras diperkirakan mengalami kendala karena sejumlah wilayah Indonesia akan memasuki masa panen gadu (kemarau) di 2018.
Mengutip laporan Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) telah terjadi kekeringan di Wonogiri, Madura, dan Ngawi. Dwi mengungkapkan cuaca tahun ini diprediksi lebih terik dibandingkan sebelumnya. “Cuaca yang terik memicu kelembaban tanah akan lebih rendah,” ujarnya.