Cek Produksi Lokal, Bulog Belum Datangkan Beras Impor Tambahan
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menyatakan tidak akan mendatangkan beras impor tambahan sebesar 500 ribu ton dalam waktu dekat. Terlebih dahulu, Bulog akan menghitung data produksi beras dengan sejumlah pihak, seperti Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS).
“Menteri Pertanian mengatakan sedang surplus. Sekarang saya hitung daerah mana saja yang surplus dengan kemampuan gudang Bulog,” kata pria yang kerap disapa Buwas ini di Jakarta, Kamis (17/5).
Belum jelas kapan target waktu penyelesaian penghitungan data produksi itu rampung. Tapi dia berharap bisa menyelesaikan secepatnya. (Baca : Impor Beras Ditambah Lagi, Petani Pertanyakan Data Produksi Kementan)
Selain itu, Buwas mengaku belum menerima surat penugasan dari pemerintah untuk mengimpor beras tahap kedua sebanyak 500 ribu ton. Padahal, Kementerian Perdagangan menyatakan telah menerbitkan izin impor. Dengan begitu, total beras impor yang didatangkan pemerintah jumlahnya mencapai 1 juta ton.
Budi mengatakan, pertimbangan impor beras harus disesuaikan dengan jumlah kebutuhan. Impor beras yang terlalu besar dapat membebani Bulog sebagai importir. Selain beban pada penugasan, Bulog juga harus menyediakan kapasitas gudang yang besar untuk menampung stok impor.
"Saya akan lihat dulu. Apa benar perlu impor sebesar itu. Kalau ternyata cuma butuh 100 ribu ton, buat apa impor 500 ribu ton?” kata Buwas.
Sebelumnya, kebijakan pemerintah terkait penambahan kuota impor beras 500 ribu ton menuai reaksi petani dan pedagang. Kalangan petani mempertanyakan data produksi beras dan padi, padahal sebelumnya Kementerian Pertanian menyebut stok beras surplus. Sedangkan pedagang menganggap impor masih dalam batas wajar asal tidak dilakukan saat musim panen.
(Baca Juga : Kemendag Akui Ada Tambahan Impor Beras 500 Ribu Ton)
Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menuturkan perhitungan impor beras semestinya mengacu pada data produksi nasional berbanding kebutuhan konsumsi . Namun dia menduga ada ketidakakuratan data produksi sehinga akhirnya memicu kebijakan penambahan impor beras.
“Tidak ada kepastian tentang data produksi kita, tapi Menteri Pertanian bilang surplus,” katanya kepada Katadata, Rabu (16/5).
Serikat Petani juga menilai program Kementerian Pertanian belum efektif dalam menjaga pasokan produksi. Sebagai contoh terkait bantuan bibit dan benih, perluasan lahan dengan cetak sawah, dan pemaksaan tanah untuk terus ditanam padi. Sistem pertanian yang bersifat memaksa untuk mengejar swasembada pangan bukan jawaban peningkatan produksi.
Henry menjelaskan jika program berhasil dan surplus beras terjadi, harga tidak akan terus melonjak. “Faktanya di lapangan produksi tidak banyak, panen juga mulai berkurang, sistem Kementerian Pertanian banyak yang gagal panen,” ujarnya.
Masalah pasokan beras yang diperkirakan semakin berkurang pasca-Lebaran juga diungkap oleh Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifly Rasyid.
Dia menyatakan pasokan beras untuk Ramadan dan Lebaran yang ada saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. “Belum ada jaminan produksi cukup ke depan karena panen di daerah berangsur-angsur habis,” katanya.
Pasar Induk Beras Cipinang butuh pasokan beras minimal 3 ribu ton per hari. Jika pasokan tidak memadai, harga akan mulai merangkak naik. Sehingga, Zulkifly menilai impor beras sebenarnya masih dibutuhkan karena permintaan masyarakat masih tinggi.