Bank Tiongkok Tawarkan Utang Rp 200 Triliun untuk Pertanian Rakyat
China Development Bank (CDB) berminat memberikan pinjaman untuk membiayai program peremajaan perkebunan sawit rakyat dan tanaman pangan. Hal tersebut dibenarkan oleh Menteri Koodinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
Meski demikian, Darmin mengaku masih mempertimbangkan tawaran dari institusi keuangan asal Tiongkok tersebut. “Memang ada keinginan mereka,” kata Darmin di Jakarta, Rabu (14/3).
Penjelasan serupa datang dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Pemerintah dan CDB sedang menegosiasikan pembiayaan kemitraan untuk program peremajaan (replanting) tanaman. Pembiayaan yang akan disalurkan berkisar US$ 14 miliar - US$ 16 miliar atau sekitar Rp 200 triliun.
Proses peremajaan tak hanya terpaku pada perkebunan sawit saja, melainkan terbuka untuk jenis komoditas lain seperti karet, kokoa, dan kopra.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan Franky O. Widjaja menjelaskan, jika proses negosiasi berjalan mulus maka bantuan pendanaan bakal disalurkan melalui program Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro). Bunga pinjaman ini diharapkan ringan yaitu sebesar 8%.
(Baca : Optimalkan Dana BPDP Sawit, Pemerintah Target Replanting 185.000 Ha)
Skema pembiayaan yang direncanakan berdurasi jangka panjang. Harapannya, Indonesia bakal mendapatkan 4 tahun pembebasan pembayaran sambil menunggu tanaman bisa dipanen. Setelah itu, pengembaliannya dilakukan selama 8 tahun. Secara total, modal bisa dikembalikan dalam 12 tahun. “Tidak ada masalah tapi skemanya harus antar pemerintah (G2G)."
Franky menjelaskan, dana itu bakal membantu program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 2 juta hektare. Dengan peremajaan, produktivitas sawit bisa meningkat dari 2-3 ton per hektare menjadi 5-6 ton per hektare.
Di luar itu, PISAgro telah menyiapkan program pendanaan inovatif. Misalkan, untuk masa tunggu panen selama 4 tahun, sebanyak 1 hektare lahan akan mendapatkan dana bantuan Rp 500 ribu per hektare. Sementara jika petani memiliki 2 hektare lahan, bisa dapat dana bantuan Rp 1 juta, begitu seterusnya.
Secara total, petani yang memiliki 1 hektare lahan bisa mendapatkan Rp 24 juta rupiah dalam 48 bulan. "Itu masuk ke development cost," kata Franky.
Sementara dengan pendanaan US$ 7 ribu per hektare, maka untuk 2 juta hektare lahan sawit membutuhkan dana sekitar US$ 14 miliar. Namun, kesepakatan pemerintah dengan CDB masih dalam proses negosiasi. Alhasil, untuk program peremajaan sawit rakyat masih butuh dukungan dana perbankan lokal, selain dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit.
“Program replanting tetap jalan, tapi kalau CDB datang bisa lebih,” jelas Franky. (Baca : BPDP: 75% Dana Patungan Ekspor Sawit untuk Subsidi Biodiesel)
Sementara untuk meningkatkan produktivitas sawit, peemrintah sebelumnya menargetkan peremajaan lahan kelapa sawit rakyat tahun ini bisa mencapai 185 ribu hektare. Target tersebut naik signifikan dari realisasi replanting sawit tahun lalu yang hanya sekitar 3.000 hektare.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang menuturkan saat ini terdapat 2,4 juta hektare lahan rakyat yang perlu peremajaan yang terdiri dari 1,5 juta hektare lahan petani swadaya dan 0,9 juta hektare lahan petani plasma.
Kendati jumlahnya besar, proses peremajaan akan dilakukan bertahap untuk lahan kelapa sawit rakyat yang berusia lebih dari 25 tahun. “Peremajaan tanaman sawit perlu untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing,” kata Bambang, pertengahan Februari lalu.
Produktivitas tanaman sawit milik rakyat saat ini masih relatif kecil hanya sekitar 2 ton hingga 3 ton per hektare, salah satunya karena penggunaan benih dan bibit yang ala kadarnya sehingga potensi produksi kelapa sawit belum maksimal.