Pemerintah Bakal Terapkan Pengaman Atasi Serbuan Impor Baja Tiongkok
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah tengah mempersiapkan diri menghadapi imbas kebijakan kenaikan tarif impor baja dan alumunium di Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump berencana mematok tarif bea masuk baja hingga 25%, sementara alumunium dipatok tarif 10%.
Menurut Airlangga, dengan kebijakan ini Tiongkok akan kesulitan menjual produk baja dan aluminiumnya ke AS. Alhasil, produk tersebut akan dialihkan pasarnya ke negara lain, termasuk Indonesia.
"Dia (Tiongkok) akan melihat Indonesia sebagai suatu pasar yang baru dan bagi Indonesia sendiri tentu kami mempersiapkan (dari serbuan impor baja)," kata Airlangga di Kemenko Kemaritiman, Jakarta, Rabu (7/3).
(Baca juga: Darmin Sebut Kebijakan Trump Sebabkan Baja Tiongkok Banjiri Indonesia)
Jika hal tersebut sampai terjadi, Indonesia diprediksi akan kebanjiran impor baja dan alumunium dari Tiongkok. Karenanya, Kemenperin mengantisipasinya dengan tindak pengamanan perdagangan (safeguard) jika kenaikan impor baja dan alumunium dari Tiongkok berlebih.
"Apabila terjadi injury seperti yang dikatakan di Amerika tentu kami bisa melakukan safeguard," kata Airlangga.
Airlangga mengatakan, saat ini Kemenperin bersama Kementerian Perdagangan telah meningkatkan pemantauan barang impor. Ini untuk mengantisipasi industri dalam negeri tidak terdampak negatif atas adanya kebijakan Trump.
"Kami monitor jangan sampai nanti industri dalam negeri terganggu dengan (kebijakan Trump) ini," kata dia.
(Baca juga: Krakatau Steel Gandeng Perusahaan Jepang Produksi Baja untuk Otomotif)
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai kebijakan Donald Trump soal tarif impor baja dan alumunium di AS akan membuat produk Tiongkok membanjiri pasar Indonesia. Darmin menjelaskan saat ini kapasitas industri baja Tiongkok sangat besar, ini merupakan buah dari pelaksanaan Olimpiade sebelumnya.
"Mau tidak mau, baja Tiongkok akan ke mana-mana, termasuk ke Indonesia," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Selasa (6/3).
Dari data World Steel Association, produksi baja Tiongkok pada tahun lalu mencapai 831,7 juta metrik ton atau yang terbesar di dunia. Sedangkan di bawahnya adalah produksi baja Uni Eropa sebesar 168,7 juta metrik ton. Produksi baja Amerika Serikat sendiri hanya mencapai 81,6 juta ton. Adapun produksi Indonesia hanya mencapai 4,8 juta metrik ton.
Selama ini Tiongkok merupakan pemasok pipa besi dan baja impor bagi Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor pipa besi dan baja yang berasal dari Negeri Tirai Bambu mencapai 175.900 ribu ton atau sekitar 54% dari total impor seberat 325.900 ribu ton. Nilai impor tersebut mencapai US$ 143,9 juta atau sekitar Rp 1,87 triliun.
Sementara impor pipa besi dan baja terbesar kedua berasal dari Jepang dengan berat mencapai 55.900 ribu ton (17,16%) dengan nilai US$ 88,9 juta. Kemudian diikuti Singapura di urutan dengan berat 8.800 ton. Impor pipa besi dan baja Indonesia pada 2016 turun 26,54% dari tahun sebelumnya seberat 443,5 ribu ton.