Investasi Garam Terkendala Pembebasan Lahan
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengatakan beberapa investor tertarik memproduksi garam industri, namun masih terkendala masalah lahan.
“Industri harus bisa menyelesaikan masalah pembebasan lahan, lahan yang enggak terbebaskan, ya enggak terbangun,” kata Airlangga di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (3/8).
Dua investor kini sedang proses memproduksi garam industri di Nusa Tenggara Timur yakni PT Cheetam Garam Indonesia, yang merupakan anak usaha Cheetam Salt Ltd asal Australia, serta BUMN yakni PT Garam. Kawasan Nusa Tenggara Timur yang mirip dengan iklim di Australia dianggap potensial untuk mengembangkan industri garam.
Airlangga mengatakan seharusnya pemerintah daerah membantu mengatasi persoalan pembebasan lahan agar tambak garam segera beroperasi. Dia mencontohkan yang dialami PT Unichem Candi Indonesia di Gresik yang persoalan lahan teratasi dengan bantuan pemda.
(Baca: Pemerintah Siap Kirim Pasokan Garam dari NTT)
"Solusinya harus melakukan pembebasan dengan Pemda di sana. Kalau kita lihat Unichem di Gresik sudah produksi garam. Jadi tergantung pendekatan. kalau serius mau investasi pasti ada jalannya," kata Airlangga.
Sementara itu Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Panjaitan mengatakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berencana membangun pabrik garam.
BPPT mengembangkan teknologi dengan mempercepat panen garam dari 10 hari menjadi hanya 4-5 hari. Teknologi yang dikembangkan dengan membangun reservoir air laut bertingkat dan mekanisasi metode panen.
Rencananya uji coba akan diterapkan di di Kupang, Nusa Tenggara Timur dan Madura.
“Biayanga lebih rencah, tidak terpengaruh dengan cuaca, sehingga produksinya bisa kami tingkatkan dan tak perlu impor lagi,” kata Luhut.
(Baca: Pemerintah Kaji Aturan Impor Tak Bedakan Jenis Garam)
Saat ini kebutuhan garam nasional sekitar 4 juta ton, dengan rata-rata produksi dalam negeri
antara 1,7-1,8 juta ton per tahun. Kebutuhan garam industry sekitra 2,3 juta ton dipenuhi lewat impor.
Musim hujan yang berkepanjangan membuat pemerintah mengimpor garam konsumsi sebanyak 75 ribu ton. Rencananya, garam impor tersebut akan sampai melalui pelabuhan Ciwandan (Banten), Tanjung Priok (Jakarta), dan Belawan (Sumatera Utara).