Kemenperin Minta Kebijakan Pendukung Pengembangan Industri Mebel
Kementerian Perindustrian berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga negara (K/L) untuk memacu pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional. Koordinasi dalam hal kebijakan itu, antara lain dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan memberikan insentif untuk meningkatkan ekspor dan mendorong investasi.
“Misalnya, menyurati kementerian terkait dalam rangka berkoordinasi untuk menghasilkan kebijakan strategis yang berpengaruh pada iklim usaha yang kondusif,” kata Dirjen Industri Agro Kemenperin, Panggah Susanto melalui siaran persnya di Cirebon, Selasa (16/5).
Ia mengungkapkan, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto telah mengirimkan surat kepada Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk meminta pengecualian contoh furnitur dari proses karantina. Selain itu, kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Situ Nurbaya, Menperin meminta penyederhanaan birokrasi kayu hasil budidaya rakyat.
Adapun, terkait impor bahan baku kayu bagi penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), Kemenperin juga meminta kepada Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menghapus persyaratan rekomendasi Kementerian LHK. Selain itu, Menperin juga meminta penghapusan biaya verifikasi produk barang jadi rotan yang dibebankan kepada pelaku industri.
Panggah mengatakan, selama ini ketersediaan bahan baku telah dijamin melalui kebijakan larangan ekspor kayu dan rotan. Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan pasar ekspor, di antaranya berupa memfasilitasi keikutsertaan pelaku industri pada pameran di dalam dan luar negeri. Selain itu, memfasilitasi pemberian National Interest Account (NIA) melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Mencermati kondisi pasar dunia saat ini, Panggah menilai Indonesia semestinya mampu menjadi pemain utama industri mebel di dunia. Apalagi, Indonesia punya keunggulan kompetitif berupa ketersediaan bahan baku, tenaga kerja yang memadai dan keberagaman desain.
Namun, dia menilai Indonesia masih perlu memperbaiki sistem logistik bahan baku, produktivitas industri, inovasi produk, dan juga promosi yang lebih luas. “Selain itu, peluang untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik juga masih sangat besar,” katanya.
Kemenperin mencatat, kinerja ekspor industri furnitur Indonesia tahun lalu sebesar US$ 1,6 miliar. Sementara itu, berdasarkan data Centre for Industrial Studies (CSIL), nilai perdagangan furnitur dunia pada 2016 mencapai US$ 131 miliar. Tahun ini, nilai ekspor furnitur dunia diprediksi meningkat menjadi US$ 138 miliar.