Pajak Rokok Terus Naik, Pengusaha Cemas Penjualan Kian Anjlok
Memasuki tahun 2017, harga rokok akan semakin mahal. Penyebabnya, pemerintah bukan hanya menaikkan harga jual eceran dan tarif cukai rokok, tapi juga pajak pertambahan nilai (PPN) hasil tembakau sebesar 0,4 persen menjadi 9,1 persen. Pengusaha pun meramalkan, penjualan rokok bakal makin merosot.
Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran berpendapat kenaikan PPN sebesar 0,4 persen pada awal tahun ini terlalu tinggi. Pemerintah seharusnya menaikkan PPN secara bertahap sebesar 0,1-0,2 persen. Dengan begitu, daya beli masyarakat untuk komoditas ini tidak semakin anjlok.
Apalagi, kenaikan harga rokok juga bersamaan dengan pencabutan subsidi Tarif Dasar Listrik (TDL), distribusi tertutup elpiji 3 kilogram (kg), dan kenaikan biaya administrasi pelayanan oleh kepolisian. “Pasar pasti sepi karena akumulasi kenaikan (barang-barang tersebut), bisa menurunkan pasar lebih dari 15 persen,” kata Ismanu kepada Katadata, Selasa (10/1).
Hal senada diungkapkan Ketua Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo. Peraturan Daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) saja berimbas pada penurunan produksi rokok sebanyak 6 miliar batang tahun lalu. Produksi rokok tercatat sebesar 348 miliar pada 2015, lalu turun menjadi 342 miliar batang pada 2016.
“Yang jelas tekanan terhadap industri semakin berat, berbagai regulasi yang tidak memberi ruang terhadap industri ini semakin menambah beban,” ujar Budidoyo. (Baca juga: Harga Jual Eceran Rokok Naik Mulai Januari 2017)