NTT Berpotensi Jadi Sentra Produksi Garam
Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi besar untuk menjadi sentra potensi garam nasional. Potensi produksi garam di provinsi ini sangat mendukung upaya pemerintah untuk swasembada garam.
“Dari wilayah pesisir pantai saja diperkirakan terdapat 8.000 hektar yang bisa dijadikan sebagai lokasi pegaraman,” kata Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Budiono dalam keterangannya, Selasa (10/12).
Dia mengatakan produksi garam yang bisa dihasilkan dari 1 hektare lahan mencapai 100 ton per tahun. Dengan perkiraan total luas lahan 8.000 hektare, produksi garam yang bisa dihasilkan dari NTT bisa mencapai 800.000 ton per tahun.
Potensi produksi garam di NTT bisa menyamai produksi di Jawa Barat, terutama Cirebon dan Indramayu. Pada tahun lalu, dua kabupaten ini mampu memproduksi garam hingga 752.500 ton.
Meski potensinya sangat besar, PT Garam hanya mampu menggarap sebagian kecil saja. Saat ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut baru menggarap 50 hektare lahan, dari rencananya sebesar 400 hektare.
Achmad pun mendorong masyarakat sekitar pantai NTT untuk memproduksi garam. Menurutnya usaha garam akan lebih menguntungkan dibandingkan menanam padi. Untuk produksi garam 1 hektar akan menghasilkan 100 ton dan dengan harga Rp 500 ribu per ton, maka petani garam diperkirakan akan mendapatkan Rp 500 juta.
“Sementara apabila mereka menanam padi 1 hektar, hanya akan memproduksi 1,5 ton dengan harga per tonnya Rp 150 juta,” lanjutnya.
Dengan potensi lahan dan keuntungan yang besar ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) investasi industri garam di NTT terus meningkat. Saat ini Kepala BKPM Thomas Lembong tengah berkunjung ke Kupang, NTT, untuk mengawal realisasi investasi perusahaan-perusahaan garam.
Dia ingin memastikan investasi PT Garam senilai Rp 16,9 miliar berjalan dengan lancar. Saat ini PT Garam telah merealisasikan 22 persen investasinya atau sekitar Rp 3,8 miliar. Selain itu, PT Shang Che Garamindo yang bergerak di bidang industri kimia dasar anargonik khlor dan alkali, juga telah merealisasikan US$ 6,04 juta dari rencana investasinya US$ 6,01 juta.
Kunjungan Tom ke NTT ini diharapkan bisa berkontribusi positif terhadap upaya pemerintah untuk mencapai swasembada garam pada 2019. Investasi dua perusahaan industri garam tersebut diharapkan akan dapat membantu pemerintah dalam mengurangi impor garam industri.
“Industri garam di NTT harus berhasil, sehingga dapat mendukung target swasembada garam pemerintah,” ujarnya. Menurut Tom, kapasitas produksi dari kedua perusahaan tersebut diharapkan akan membantu menambah produksi garam nasional sebesar 240 ribu ton.
Dari hasil diskusi dengan perusahaan-perusahaan garam tersebut, mereka mengharapkan dukungan pemerintah. Salah satunya terkait pembebasan bea masuk atas impor mesin, terutama yang belum bisa diproduksi dalam negeri, serta alat-alat berat untuk memproses garam.
Untuk diketahui pemerintah menargetkan produksi garam rakyat pada 2019 sebesar 4,5 juta ton. Tahun ini Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi garam rakyat 3,6 juta ton, meningkat dibandingkan dengan target tahun sebelumnya, yakni 3,3 juta ton.
(Baca Databoks: 2019, Target Produksi Garam Rakyat 4,5 Juta Ton)
Dengan kebutuhan domestik tahun lalu sebanyak 2,6 juta ton, Indonesia memang sudah mengekspor produksi garam nasional. Namun, hingga kini Indonesia masih mengimpor kebutuhan garam untuk industri sekitar 1 juta ton per tahun.