Kalla: Bangun Infrastruktur Jangan Bertele-tele
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan kebutuhan untuk membangun infrastruktur sudah tidak bisa ditunda lagi. Proyek-proyek infrastruktur harus segera berjalan, khususnya dalam mengejar target konektifitas di seluruh negara-negara ASEAN pada 2025.
Dia pun meminta agar dalam merealisasikan proyek-proyek infrastruktur ini, pemerintah dan swasta tidak perlu bertele-tele. Jika sudah memiliki komitmen untuk membangun suatu proyek, harus segera dilaksanakan dan tidak usah saling tunggu.
"Saya lebih suka seperti (slogan merk Nike), just do it. Pemerintah jangan bertele-tele, swasta juga agar lebih cepat (realisasi)," ujarnya saat memberikan pidato permulaan dalam rangkaian acara “Asean G2B Infrastructure Investment Forum” di Hotel Shangri-la, Jakarta, Selasa (8/11).
(Baca: Jokowi Ajak Negara G20 Garap Proyek Infrastruktur Indonesia)
Kalla mengungkapkan hal ini berdasarkan temuannya di lapangan terkait banyaknya pembangunan proyek yang tertunda, meski sudah ada komitmen dari pemerintah dan swasta yang akan menggarapnya. Seringkali gaung proyek infrastruktur meredup saat pemerintah dan swasta baru membicarakan proyek tersebut. Dia pun meminta agar swasta dan pemerintah sama-sama menjaga komitmen yang sudah disepakati.
Pembangunan infrastruktur sangat dibutuhkan saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi yang cepat, ditambah pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Dalam forum ini, Kalla juga mengungkapkan pentingnya percepatan pembangunan infrastruktur yang bisa menunjang konetifitas ASEAN yang targetnya tinggal sembilan tahun lagi.
Targetnya pada 2025, seluruh negara-negara di ASEAN bisa terhubung, sehingga sistem logistik dan perpindahan orang bisa lebih mudah. Pembangunan seluruh moda transportasi dan infrastruktur penunjang konektifitas lainnya sangat dibutuhkan.
(Baca Ekonografik: 101 Proyek Jokowi untuk Perlancar Konektivitas)
Head of ASEAN Connectivity Division Lim Chze Cheen mengatakan perlu adanya fokus menyeluruh terhadap proyek infrastruktur yang bisa menunjang konektifitas negara-negara ASEAN. Selain itu pembangunan infrastruktur perkotaan juga layak dikedepankan, mengingat prediksi bahwa 90 juta orang akan berpindah ke kota-kota di ASEAN pada tahun 2030.
Menurut Kalla, pembangunan konektifitas ASEAN juga memiliki efek berganda (multiplier effect ) yang sangat besar, terutama bagi perekonomian. Masalahnya pemerintah juga kesulitan jika harus membangun infrastruktur ini sendirian. Kesulitan paling utama adalah dalam hal pembiayaan, karena anggaran negara yang terbatas.
(Baca: Pemerintah Tawarkan 8 Proyek Infrastruktur Besar ke Asing)
Dengan alasan ini pemerintah perlu membuka kesempatan bagi swasta agar bisa terlibat besar dalam pembangunan ini. Proyek-proyek yang punya nilai ekonomi bisa diserahkan kepada swasta untuk menggarapnya. Sehingga pemerintah hanya tinggal pembangun infrastruktur dasar yang tidak menguntungkan atau tidak feasible (layak) bagi swasta, seperti jalan umum, jembatan, saluran irigasi, dan sebagainya.
"Semua negara ASEAN dan Indonesia punya kesempatan membuka investasi apakah untuk jalan, pelabuhan, bandara, listrik, dan telekomunikasi sehingga proyek dapat dikerjakan secara menguntungkan," ujarnya.
(Baca: Pemerintah Targetkan 38 Pusat Logistik Berikat Beroperasi Tahun ini)
Pada kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan ada tiga hal penting yang diperlukan dalam pembangunan infrasruktur. Khususnya untuk membuat swasta tertarik menggarap infrastruktur dalam menciptakan konektifitas Asean.
Pertama, perlunya komitmen politik besar dalam merealisasikan proyek. Kedua, mencari dan merumuskan skema pendanaan terbaik. "Ketiga adalah pelaksanaan harus ditunjang koordinasi yang baik dari seluruh pemangku kebijakan," ujarnya.