Pembiayaan Masih Jadi Kendala Eksportir Menembus Pasar Amerika Latin
Upaya untuk memperluas akses pasar ekspor ke wilayah Amerika Latin hingga kini masih terhambat oleh kendala pembiayaan. Salah satunya yaitu terkait pembayaran produk impor terutama di Ekuador, Panama, hingga Venezuela.
Duta Besar Indonesia untuk Ekuador Diennaryati Tjokrosuprihatono mengungkapkan bahwa pembayaran produk impor kerap membutuhkan waktu yang lama di Ekuador, Panama, hingga Venezuela. "Karena Ekuador minta pembayarannya lama, perlu dua bulan," kata Dieny dalam sebuah webinar, Jumat (24/7).
Oleh karena itu, lanjut dia, pengusaha Indonesia merasa tidak sanggup untuk ekspor ke Ekuador. Akhirnya, sejumlah importir di Ekuador membeli produk Indonesia melalui Tiongkok.
Dia menambahkan, importasi barang melalui pihak ketiga berdampak pada harga produk yang lebih mahal. Sebab, Tiongkok menjual produk Indonesia dengan harga lebih tinggi untuk mendapatkan untung.
Dieny pun menyarankan, para eksportir dalam negeri perlu diberikan bantuan berupa kredit hingga dua bulan. Dengan demikian, proses ekspor dari Indonesia tidak perlu melalui pihak ketiga.
Ketua Komite Tetap Bidang Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Handito Joewono mengatakan, masalah pembayaran menjadi hal penting bagi eksportir, terutama untuk skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). "Pembayaran ini jadi penting untuk ekspor ke Amerika utara sampai ke selatan," katanya.
Menurutnya, para pengusaha telah mendiskusikan masalah pembayaran tersebut dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian. Nantinya, pemerintah akan memperluas sistem resi gudang (SRG) untuk para eksportir.
Seperti diketahui, SRG awalnya digunakan untuk komoditas pertanian. SRG merupakan instrumen perdagangan maupun keuangan yang memungkinkan komoditas yang disimpan dalam gudang memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan tanpa diperlukan adanya jaminan.
Adapun jaminan yang diagunkan cukup berupa komoditas yang disimpan di gudang SRG. Handito mengatakan, nantinya produk UMKM yang akan diekspor dapat dimasukkan ke gudang. Kemudian, eksportir akan memperoleh dana hasil ekspor tersebut.
"Setelah itu baru diekspor. Barangnya mungkin sampai beberapa bulan kemudian tapi uangnya sudah diambil duluan," ujar dia.
Dia menambahkan, mekanisme tersebut tengah dikembangkan bersama Lembaga Pembiayaan Eksportir Indonesia (LPEI) dan lembaga pembiayaan dari luar negeri.
Dengan demikian, para eksportir tidak perlu bergantung kepada perusahaan perdagangan di Tiongkok. "Kami siapkan trading company Indonesia dengan pembiayaan dari Indonesia dan dunia," ujar dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kinerja ekspor membaik pada Juni 2020. Nilainya yang sebesar US$ 12,03 miliar meningkat sekitar 2,3% secara tahunan atau 15,1% dibandingkan bulan sebelumnya.
Kemudian, total nilai impor pada bulan yang sama mencapai US$ 10,76 miliar. Jumlah ini naik 27,6% dibandingkan Mei 2020, tetapi lebih rendah 6,4% dari jumlah pada Juni 2019.
Jika melihat kinerja ekspor dan impor sepanjang semester I-2020, terjadi penurunan secara tahunan. Nilai ekspor merosot 5,5%, sementara nilai impor turun lebih dalam di 14,3%.