Sinergi dengan SBI Belum Optimal, SMGR Tak akan Beli Pabrik Semen Lagi
PT Semen Indonesia Tbk menyatakan akan mengotimalkan integrasi dengan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan memastikan tahun ini tak akan mengakuisisi pabrik semen baru.
“Kami masih mengoptimalisasikan sinergi sebagai grup usaha baru,” kata Direktur Pemasaran dan Supply Chain Semen Indonesia Adi Munandir dalam paparan publik secara daring pada Rabu (26/8).
Menurut Adi, perusahaan fokus untuk melakukan integrasi setelah mengambil alih Solusi Bangun Indonesia beberapa waktu lalu. Dia berharap, integrasi antara kedua entitas dapat meningkatkan penjualan dan pangsa pasar.
Itu sebabnya, perusahaan akan terus meningkatkan integrasi fasilitas dan kapabilitas dengan Solusi Bangun Indonesia. “Jika sudah terintegrasi, potensi yang kami dapatkan akan sangat besar,” ujarnya.
Adi menambahkan, perusahaan memutuskan mengintegrasikan bisnis dengan entitas grup baru lantaran ingin memaksimalkan kegiatan usaha dan penerimaan.
Sebab, pandemi corona membuat bisnis menjadi penuh ketidakpastian serta perusahaan tetap harus menjaga arus kas tetap optimal. “Kami ingin tetap tumbuh, tetapi tanpa perlu mengeluarkan modal yang besar,” jelasnya.
Seperti diketahui, Semen Indonesia mengakuisisi 80,64% saham milik Holderfin B.V. pada PT Holcim Indonesia Tbk. (SMCB) pada 31 Januari 2019. Akuisisi Holcim dilakukan melalui entitas anaknya, PT Semen Indonesia Industri Bangunan (SIIB). Setelah akuisisi rampung, Holcim berganti nama menjadi Solusi Bangun Indonesia.
Adapun pada semester I 2020, Semen Indonesia suskes membukukan kenaikan laba bersih sebesar 26,4% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 612,46 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 484,78 miliar.
Kenaikan laba bersih ini salah satunya didorong oleh menyusutnya komponen beban operasional perseroan. Pasalnya, penjualan pada periode tersebut turun 2% yoy menjadi Rp16,03 triliun dari Rp 16,35 triliun. Seiring menurunnya penjualan, beban pokok penjualan emiten ini pun turun 4,05% yoy menjadi Rp 11,1 triliun.
Dengan turunnya beban pokok penjualan, laba kotor tercatat naik 4,3% yoy menjadi Rp 4,8 trilun. Adapun efisiesi membuat beban operasional perusahaan, seperti beban penjualan serta beban keuangan juga turun 13,3% menjadi Rp 1,20 triliun dibanding semester I tahun lalu yang sebesar Rp 1,50 triliun.