Pengusaha Ancam Sanksi Buruh jika Mogok Kerja Menolak Omnibus Law
Asosiasi pengusaha lintas sektoral menolak rencana mogok buruh nasional pada 6-8 Oktober 2020 terkait pengesahan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Upaya tersebut dinilai berpotensi merugikan sektor usaha terlebih di tengah kelesuan bisnis akibat pandemi corona.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Internasional, Shinta Kamdani mengatakan, sudah mengeluarkan imbauan kepada perusahaan anggota.
Apindo meminta perusahaan anggota mengedukasi buruh terkait ketentuan mogok kerja termasuk sanksi yang dapat dijatuhkan bila terjadi pelangaran. Aturan ini tercantum dalam UU no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
"Kami sudah keluarkan imbauan tetap bekerja seperti biasa. Dalam situasi ini, sangat sulit jika harus berhenti produksi. Apalagi dengan demand masih rendah dengan adanya Covid-19 bisa menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Shinta kepada katadata.co.id. Selasa (6/10).
Meski demikian, dia menyatakan hanya segelintir golongan buruh yang akan menggelar aksi mogok.
Dalam surat keterangan yang diterbitkan Apindo sebelumnya menyebutkan, dalam UU nomor 13 tahun 2003, mogok kerja diartikan sebagai tindakan pekerja yang direncanakan. Upaya ini dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan (pasal 1 butir 23).
Selanjutnya, pasal 137 menyebutkan mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan/ atau serikat pekerja/serikat buruh yang dilakukan secara sah, tertib dan damaisebagai akibat dari gagalnya perundingan.
Sebagai aturan pelaksanaan UU no. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, diterbitkan pula Kepmenakertrans no. 232/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah.
"Pasal 3 Kepmentrans menegaskan bahwa, mogok kerja yang dilakukan bukan akibat kegagalan perundingan, maka mogok kerja tersebut tidak sah," tulis aturan tersebut sebagaimana dikutip dari surat edaran Apindo.
Oleh karena itu, Apindo mengimbau kepada seluruh pekerja perusahaan mematuhi ketentuan peraturan perundangan, khususnya terkait dengan mogok kerja serta ketentuan penanggulangan Covid-19.
Sementara terkait Omnibus Law, Shinta menyambut positif pengesahan aturan tersebut. Menurutnya, proses pembentukan aturan tersebut telah melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
"Memang aturan ini tidak memuaskan semua pihak. Tapi dengan adanya ini, diharapkan bisa mengatasi kendala iregulasi dan inkonsistensi untuk menarik investasi," katanya.
Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), pun mengeluarkan imbauan serupa dan meminta pekerjanya tetap bekerja seperti biasa. Pengusaha berharap tetap menjaga produktivitas para tenaga kerja, guna memenuhi kontrak bisnis dengan para pembeli (buyer).
"Indonesia sebagai eksportir sepatu ketiga terbesar dunia harus menjaga kredibilitas dan komitmen produksi, jangan sampai terganggu. " kata Direktur Eksekutif Aprisindo, Firman Bakri kepada katadata.co.id, Selasa (6/10).
Hingga kini asosiasi belum menerima laporan terkait mogok buruh di industri alas kaki. Pengusaha bahkan menurutnya telah bersepakat dengan buruh di Jawa Tengah untuk tak mengikuti aksi mogok kerja.
Firman mengatakan kondusifitas industri harus tetap dijaga selama masa pandemi. Terlebih lagi, industri alas kaki merupakan satu dari sedikit industri yang masih mencatat kenaikan ekspor.
Sepanjang Januari - Agustus 2020, ekspor alas kaki naik 8% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan pada sisa tahun, atau pada kuartal IV permintaan sepatu kembali pulih meski belum 100%.
Di sisi lain, Indonesia juga belum bisa bersaing dengan Vietnam dan Tiongkok. Sehingga adanya UU Cipa Kerja diharapkan mengakselerasi pertumbuhan industri dan bersaing dengan negara lain.
Hingga akhir tahun ekspor sepatu diperkirakan lebih tinggi dibanding tahun lalu US$ 4,4 miliar atau sekitar Rp 64,9 triliun. Fasilitas produksi industri sepatu sebagian besar masih terpusat di pulau Jawa dengan beberapa pabrik berorientasi ekspor terletak di Banten dan Jawa Timur.
Sementara dari sisi tenaga kerja, industri alas kaki diperkirakan menyerap 900 ribu orang pada 2019.
Imbauan serupa juga diampaikan Gabungan Pengusaha Makanan Minuman (Gapmmi). Ketua Umum Gapmmi, Adhi S.Lukman mengatakan hingga kini belum ada laporan aksi mogok buruh industri makanan minuman.
Pihaknya menyatakan industri ini sulit berhenti operasi karena produknya dibutuhkan masyarakat. Pengusaha yang tergabung dalam asosiasi ini pun telah meminta pekerjanya untuk tetap beraktivitas seperti biasa.
Meski demikian, langkah antisipasi sudah dilakukan jika distribusi bahan makanan ini terganggu di beberapa lokasi akibat aksi demo. "Di beberapa outlet telah diantisipasi dengan melebihkan stok," kata Adhi kepada katadata.co.id.
Industri makanan minuman merupakan salah satu sektor terbesar di Indonesia. Diperkirakan hingga kini ada sekitar 4-5 juta tenaga kerja langsung dan 16 juta tenaga kerja tak langsung dalam rantai pasok industri ini.
2 Juta Buruh Mogok Kerja
Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sebelumnya menyatakan tetap menggelar mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020 meski,sempat beredar surat palsu yang menyebutkan pembatalan mogok nasional.
"Surat tersebut adalah hoaks. Tidak benar. Sikap KSPI tidak berubah," kata Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S. Cahyono dikutip dalam keterangan pers, Selasa (6/10).
Tak hanya KSPI, sebanyak 32 federasi dan konfederasi serikat buruh bergabung dalam mogok nasional pada 6-8 Oktober 2020. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000, khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
Selain itu, dasar hukum mogok nasional tersebut mengacu pada UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Iqbal menjelaskan, mogok nasional ini akan diikuti dua juta buruh, meliputi sektor industi seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, dan sepatu. Kemudian, ada pula buruh dari sektor otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan.
Berikutnya, industri percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, dan perbankan.
Mogok terja tersebut akan digelar di berbagai wilayah, seperti Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau.
Lalu, Lampung, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat.