Matahari Tutup Gerai, Industri Retail Belum Pulih hingga Akhir 2021

Image title
Oleh Ekarina
1 Desember 2020, 20:55
Matahari Departement Store, Retail, Industri, Mal, Pandemi Corona, Covid-19, Vaksin Virus Corona.
Katadata | Arief Kamaludin
ilustrasi gerai retail Matahari Departement Store. Matahari akan menutup 6 gerai hingga akhir tahun karena imbas Covid-19.

Perusahaan retail PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) memaparkan sejumlah tekanan bisnis yang dialami perusahaan hingga kuartal IV 2020 akibat pandemi Covid-19. Perseroan menutup enam gerai serta menghentikan tujuh merek yang dibeli langsung untuk mengontrol persediaan barang dan menekan biaya.

Dalam paparannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen Matahari mengungkapkan, kasus Covid-19 yang masih tinggi dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di enam kota mempengaruhi 42 gerai milik perusahaan.

Kericuhan imbas demonstrasi Omnibus Law serta penetapan upah minimum (UMP) 2021 turut mempengaruhi bisnis perseroan. Akibatnya transaksi perdagangan turun. Kasus Covid-19 dan PSBB yang masih berlangsung pun memicu kekhawatiran pengujung. 

Dengan kendala ini, perusahaan menutup enam gerai berformat besar dengan kinerja tidak menguntungkan, yakni empat di Jawa, satu di Bali dan satu di Sulawesi. Sehingga, sampai dengan tahun, perusahaan akan mengoperasikan 147 gerai.

"Dari 147 gerai yang dilanjutkan, sebanyak 23 gerai sedang dipantau untuk ditingkatkan kinerjanya, ditinjau dan didiskusikan," kata manajemen perseroan dalam keterbukaan informasi BEI, Selasa (12/1).

Matahari juga akan melanjutkan negosiasi dengan pemilik mal untuk biaya sewa yang lebih rendah. Perusahaan memastikan tak akan membuka gerai baru pada kuartal IV 2020 dan kuartal I 2021.

Untuk memperbaiki kinerja di semester 1 2021, perusahaan akan mengurangi persediaan barang yang lambat. Perusahaan memutus tujuh merek lewat pembelian langsung, yakni 361 Degrees, OVS, Rumah & Co, Monterosa, Catrice, RA Jeans dan Crater.

"Persediaan berkurang dari 1,3 triliun pada akhir September menjadi 1,2 triliun saat ini. Diperkirakan sampai dengan akhir tahun stok mencapai Rp 1,1 triliun ," tulis manajemen.

Likuidasi stok akan berlangsung hingga pertengahan tahun depan. Dengan harapan, level stok bisa sama seperti Desember 2019. 

Adapun ke depan, perusahaan akan melakukan manajemen pembelian lebih konservatif lantaran mempertimbangkan penurunan daya beli dan kondisi perekonomian saat ini.

TINGKAT HUNIAN PUSAT PERBELANJAAN MENURUN
TINGKAT HUNIAN PUSAT PERBELANJAAN MENURUN (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.)

Peretail milik Group Lippo, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) juga terpukul  pandemi dan memilih menahan ekspansi. 

Direktur Matahari Putra Prima, Harry Sanjaya, mengatakan perusahaan sama sekali tidak menambah gerai baru tahun ini, bahkan menutup sementara operasi gerai di beberapa lokasi yang sepi pengunjung.

Perseroan sudah menutup sementara 8 gerai. Salah satunya yang berlokasi di Bali karena pengunjungnya sepi lantaran pariwisata juga ikut terpukul pandemi Covid-19. "Kami berencana buka kembali di akhir tahun," kata Harry.

Hingga Juni 2020, perusahaan telah mengoperasikan 100 gerai Hypermart, 26 gerai Foodmart, dan 10 Hyfresh. Kelompok supermarket berkontribusi 96% terhadap total penjualan perseroan.

Sedangkan pada format grosir, perseroan mengoperasikan 1 SmartClub yang berkontribusi 2% dan di kategori convenience store, perseroan memiliki 64 gerai Boston dan 14 gerai FMX yang berkontribusi total 2% terhadap penjualan.

Industri Retail Lesu

Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo), menilai penutupan gerai yang dilakukan Matahari Department Store sebagai salah satu strategi untuk bertahan di masa pandemi.

"Secara industri kami melihat transaksi retail cenderung menurun meskipun perlahan membaik. Kami berharap di akhir tahun kembali meningkat, meskipun tak sesempurna sebelum pandemi," kata Wakil Ketua Aprindo, Fernando Repi kepada katadata.co.id, Selasa (1/12).

Kasus Covid-19 yang terus meningkat, ditambah wacana pemerintah mengurangi libur nasional juga menjadi kekhawatiran peretail. Sebab, di masa normal sebelum pandemi, peretail bisa diuntungkan dengan lonjakan transaksi hingga 30-35% dari bulan biasa sebelum corona. 

Dengan adanya wabah corona, transaksi hanya bisa tumbuh sekitar 15% dengan dibantu lewat penjualan omni-channel  atau perpaduan layanan digital.

"Sudah diantisipasi, trafik akan berkurang. Pereitel sudah mulai melengkapi dengan layanan omni channel itu. Tinggal bagaimana kreativitas dan strateginya masing-masing peretail menjangkau konsumen," katanya.

Dengan perkembangan kasus Covid-19, dia pun berharap pemerintah bisa segera menyiapkan vaksin agar perekonomian membaik. Kendati demikian, hingga semester I 2021, industri retail diperkirakan belum dapat pulih seperti periode normal.

Pengusaha Mal Jual Aset

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja. Dia mengatakan, bisnis sewa ruang retail di mal atau pusat belanja kemungkinan pulih pada triwulan III 2021 dengan catatan vaksin sudah ditemukan dan terdistrubusi di kuartal kedua. 

Dengan pelemahan industri retail saat ini, okupansi mal menurun 20% sepanjang tahun ini. Sehingga, pengelola mal, khususnya di DKI Jakarta diperkirakan merugi sekitar Rp 1,8 triliun akibat menurunnya penyewa dan penurunan pengunjung.

"Jika pada situasi normal penyewa yang keluar relatif lebih mudah mencari gantinya, tapi kali ini tidak demikian. Sekarang banyak penyewa yang menunda bahkan membatalkan membuka usaha baru lantaran menunggu perkembangan perekonomian ke depan," kata Alphonzus kepada katadata.co.id. 

Untuk meminimalkan kerugian, pengelola pusat perbelanjaan melakukan efisiensi besar -besaran, sejak beberapa bulan lalu, salah satunya pemutusan tenaga kerja (PHK). Jika dampak pandemi terjadi berkepanjangan dan PHK sudah mencapai batas maksimal, maka tak ada cara lain yang bisa dilakukan pengusaha kecuali menjual aset.

"Sekarang sudah terjadi ada beberapa pusat perbelanjaan yang dijual. Kondisi sulit selama pandemi mengakibatkan kondisi pusat perbelanjaan makin terpuruk, khususnya bagi pusat perbelanjaan yg punya kinerja kurang maksimal selama sebelum pandemi," ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah harus turun tangan membantu pusat belanja dengan memberikan insentif yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh pelaku usaha. Sebab, situasi saat ini menurutnya sudah semakin berat dan pelaku usaha terus berlomba dengan waktu untuk menyelamatkan bisnisnya. 

Reporter: Annisa Rizky Fadila

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...