Mal Era 1990-an Golden Truly Ditutup, Beralih ke Platform Online
Salah satu gerai retail yang sempat berjaya di era 1990-an Golden Truly yang berlokasi di Gunung Sahari, Jakarta resmi ditutup mulai 1 Desember 2020. Lokasi eks pusat belanja tersebut akan dioperasikan oleh pengelola gedung mal menjadi pusat belanja baru.
Dikutip dari akun resmi @goldentruly, manajemen bakal tetap beroperasi melalui platform online atau e-commerce.
"Terima Kasih atas kepercayaan dan kesetiaan terhadap Mal Golden Truly selama hadir di Jl Gunung Sahari. Kami akan tetap hadir memenuhi kebutuhan anda dengan menyediakan koleksi terbaru Golden Truly di online shop kami di Tokopedia & Shopee," tulis manajemen perusahaan.
Selain Golden Truly, tenan lain yang sudah lebih dulu tutup di lokasi tersebut adalah gerai Pizza Hut.
Golden Truly pernah menjadi salah satu primadona pusat belanja di Jakarta. Mal ini pernah hadir di beberapa lokasi, seperti di jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Lalu di kawasan Blok M, Tendean, serta Depok.
Namun, seiring berjalannya waktu serta kehadiran mal atau pusat perbelanjaan besar, pamornya meredup diikuti oleh penutupan sejumlah toko.
Penutupan gerai retail sebelumnya juga dilakukan Matahari Department Store Tbk (LPPF). Perusahaan memaparkan sejumlah tekanan bisnis hingga kuartal IV 2020 akibat pandemi Covid-19 telah mempengaruhi bisnis perusahaan.
Perseroan menutup enam gerai serta menghentikan tujuh merek yang dibeli langsung untuk mengontrol persediaan barang dan menekan biaya. Dalam paparannya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen Matahari mengungkapkan, kasus Covid-19 yang masih tinggi dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di enam kota mempengaruhi 42 gerai milik perusahaan.
Dengan kendala ini, perusahaan menutup enam gerai berformat besar dengan kinerja tidak menguntungkan, yakni empat di Jawa, satu di Bali dan satu di Sulawesi. Sehingga, sampai dengan tahun, perusahaan akan mengoperasikan 147 gerai.
"Dari 147 gerai yang dilanjutkan, sebanyak 23 gerai sedang dipantau untuk ditingkatkan kinerjanya, ditinjau dan didiskusikan," kata manajemen perseroan dalam keterbukaan informasi BEI, Selasa (12/1).
Matahari juga akan melanjutkan negosiasi dengan pemilik mal untuk biaya sewa yang lebih rendah. Perusahaan memastikan tak akan membuka gerai baru pada kuartal IV 2020 dan kuartal I 2021.
Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo), menilai penutupan gerai yang dilakukan Matahari Department Store sebagai salah satu strategi untuk bertahan di masa pandemi.
"Secara industri kami melihat transaksi retail cenderung menurun meskipun perlahan membaik. Kami berharap di akhir tahun kembali meningkat, meskipun tak sesempurna sebelum pandemi," kata Wakil Ketua Aprindo, Fernando Repi kepada katadata.co.id, Selasa (1/12).
Kasus Covid-19 yang terus meningkat, ditambah wacana pemerintah mengurangi libur nasional juga menimbulkan kekhawatiran peretail. Sebab, di masa normal sebelum pandemi, peretail bisa diuntungkan dengan lonjakan transaksi hingga 30-35% dari bulan biasa sebelum corona.
Dengan adanya wabah corona, transaksi hanya bisa tumbuh sekitar 15% dengan dibantu lewat penjualan omni-channel atau perpaduan layanan digital. "Sudah diantisipasi, trafik akan berkurang. Pereitel sudah mulai melengkapi dengan layanan omni channel itu. Tinggal bagaimana kreativitas dan strateginya masing-masing peretail menjangkau konsumen," katanya.
Dengan perkembangan kasus Covid-19, dia pun berharap pemerintah bisa segera menyiapkan vaksin agar perekonomian membaik. Kendati demikian, hingga semester I 2021, industri retail diperkirakan belum dapat pulih seperti periode normal.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, bisnis sewa ruang retail di mal atau pusat belanja kemungkinan pulih pada triwulan III 2021. Ini bisa terjadi dengan catatan, vaksin sudah ditemukan dan terdistrubusi di kuartal kedua.
Dengan pelemahan industri retail saat ini, okupansi mal menurun 20% sepanjang tahun ini. Sehingga, pengelola mal, khususnya di DKI Jakarta diperkirakan merugi sekitar Rp 1,8 triliun akibat menurunnya penyewa dan penurunan pengunjung.
"Jika pada situasi normal penyewa yang keluar relatif lebih mudah mencari gantinya, tapi kali ini tidak demikian. Sekarang banyak penyewa yang menunda bahkan membatalkan membuka usaha baru lantaran menunggu perkembangan perekonomian ke depan," kata Alphonzus kepada katadata.co.id.