Masuk Ekosistem Mobil Listrik, Toyota Siap Investasi Rp 28 Triliun
Produsen otomotif asal Jepang, Toyota Motor Corp. bakal berinvestasi Rp 28 triliun untuk mengembangkan mobil listrik di Indonesia hingga tiga tahun ke depan. Komitmen ini diharapkan mampu mempercepat target produksi mobil listrik dalam negeri sebesar 25% pada 2025.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Toyota mengungkapkan komitmen membangun industri mobil listrik dalam pertemuannya bersama perusahaan tersebut sebelumnya.
"Produk-produk mobil listrik yang akan diproduksi seperti jenis hybrid, plug in hybrid dan membangun satu jenis full electric vehicle yang rencananya diproduksi pada 2023," kata Agus dalam konferensi pers akhir tahun di Jakarta, Senin (28/12).
Masuknya investasi ini, maka akan membuat pasar mobil listrik di Indonesia semakin menjanjikan. Hingga semester I 2020, tercatat sudah ada satu perusahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).
Kendaraan berjenis bus listrik itu diproduksi oleh PT Mobil Anak Bangsa (MAP), dengan kapasitas produksi 1.200 unit per tahun. Sedangkan untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai roda dua sudah ada 15 perusahaan masuk.
Beberapa kendaraan listrik yang sudah berproduksi ini di antaranya, Viar, Gesits, MIGO, United dengan total kapasitas produksi mencapai 877 ribu unit per tahun dan menyerap 1500 tenaga kerja.
"Untuk progres investasi yang masuk, saat ini sudah ada Hyundai Motor senilai Rp 21 triliun dengan target produksi mobil listrik bertenaga baterai (battery electric vehicle/ BEV) dan baterai listrik pada 2023," ujarnya.
Kemudian ada pula investasi pabrik baterai dari PT ABC sebesar Rp 207 miliar dengan kapasitas 25 juta unit per tahun dan perjanjian investasi dari LG Energy Solution, anak usaha dari LG Chem.
Dengan berbagai komitmen ini, dia berharap ekosistem mobil listrik di Indonesia semakin besar. Terlebih dengan banyaknya dukungan yang diberikan pemerintah dari sisi regulasi, industri mobil listrik Tanah Air bakal semakin kompetitif.
Keunggulan Pasar Mobil Listrik RI
Agus menyatakan, Indonesia memiliki beberapa keunggulan yang tak dimiliki negara pesaingnya di Asia Tenggara
Pertama, industri mobil listrik dalam negeri memiliki jumlah penduduk besar. Sedangkan negara-negara yang secara trasional industri otomotifnya kuat, pasarnya tak sebesar Indonesia.
Kemudian, rasio kepemilikan mobil di Indonesia masih rendah dibandingkan Thailand, Malaysia, Filipina bahkan Vietnam. "Kedua hal ini menarik bagi investor, terlebih populasi yang sangat besar," katanya.
Indonesia yang diproyeksikan masuk ke dalam 10 negara ekonomi terbesar pada 2030 pun dinilai sebagai potensi lain oleh investor. Sebab, dengan daya beli yang tinggi, secara alamiah akan mendorong konsumen membeli mobil listrik.
"Ruang pertumbuhan ini akan sangat besar. Belum lagi kalau bicara potensi baterai listrik," kata Agus.
Pertamina Energy Institute sebelumnya memproyeksikan, kebutuhan baterai akan naik dalam beberapa tahun ke depan. Dalam tiga skenario yang lembaga ini buat, langkah green transition akan meningkatkan kebutuhan kapasitas baterai dari 41 gigawatt jam (GWh) pada 2030 menjadi 198 gigawatt jam pada 2050.
Detailnya, digambahkan dalam databoks berikut :
Meski potensi pengembangannya besar, pelaku usaha mencatat masih ada persoalan yang menjadi pertimbangan konsumen sebelum membeli kendaraan listrik. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (GAIKINDO) Kukuh Kumara menyatakan, kendala tersebut ada pada masalah bahan bakar dan pengisian daya.
Sehingga, keberadaan mobil listrik menjadi kurang populer di masyarakat karena harga jualnya yang tinggi, kendati produk ini lebih ramah lingkungan. Menurutnya, kebanyakan masyarakat Indonesia masih memilih dan membeli kendaraan dengan harga di bawah Rp 200 juta.
Oleh karena itu, harga mobil listrik yang umumnya berharga di kisaran Rp 600 juta ke atas, akan sulit dilirik konsumen. Sebagai contoh, Hyundai Ioniq untuk yang kelas entry level dibanderol seharga Rp 624 juta per unit. Sedangkan Toyota Lexus UX300e dijual seharga Rp 1,24 miliar.
“Orang membeli mobil masih fokus ke harga jual. Sementara kalau mobil listrik ini dijual 3-4 tahun mendatang, harga baterainya mungkin hampir separuh harga mobil,” ujar Kukuh saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat, (27/11).
Senada dengan Kukuh, Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto juga mengungkapkan, harga jual mobil listrik yang tinggi akan membuat konsumennya terbatas di kalangan tertentu.
"Karena harga jual mobil listrik masih di kisaran Rp 700 juta, pasti volumenya sesuai dengan pasar di segmen tersebut," kata Jongkie.
Meski begitu, dia optimistis volume penjualan mobil listrik ke depan akan semakin meningkat seiring banyaknya pemain. Kesiapan infrastruktur berupa stasiun pengisian (charging station) juga merupakan faktor penting untuk mendukung eksosistem.