Bukan hanya Konsumen, Pengendalian Inflasi Perlu Perhatikan Petani

Rizky Alika
17 Februari 2021, 18:06
Pedagang cabai melayani pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Senin (1/2/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Januari 2021 sebesar 0,26 persen, lebih lambat dibandingkan Desember 2020 yang sebesar 0,45 persen maupun Januari 2020 yang sebesar 0,3
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/wsj.
Pedagang cabai melayani pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Senin (1/2/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Januari 2021 sebesar 0,26 persen, lebih lambat dibandingkan Desember 2020 yang sebesar 0,45 persen maupun Januari 2020 yang sebesar 0,39 persen.

Pemerintah berupaya untuk mengendalikan inflasi. Dengan begitu, harga barang bisa lebih stabil dan daya beli masyarakat tetap terjaga.

Bagaimanapun, Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan, terkait dengan harga pangan, pengendalian inflasi perlu lebih memerhatikan petani. "Kebijakan pengendalian inflasi sebaiknya menunjukkan keberpihakan ke petani kita. Jangan hanya ke konsumen," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam Diskusi Publik Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rabu (17/2).

Menurutnya, harga pangan sebaiknya tidak ditekan terlalu rendah. Sebab, bila petani tidak sejahtera, para petani bisa meninggalkan sektor pertanian sehingga ketahanan pangan nasional berpotensi melemah. Apalagi, terdapat kesenjangan antara harga di pasaran dan hasil yang diterima petani.

BPS mencatat, upah buruh tani hanya mengalami kenaikan tipis. Pada Januari lalu, upah nominal harian buruh tani naik 0,46% secara bulanan, yaitu dari Rp 55.921 menjadi Rp 56.176 per hari. Sementara, upah riil petani pada Januari naik 0,01% secara bulanan, yaitu dari Rp 52.331 menjadi Rp 52.338 per hari.

Sementara, inflasi pada Januari tercatat sebesar 0,14% secara bulanan, meningkat dari inflasi Desember sebesar 0,05% secara bulanan. "Jadi upah nominal buruh tani dari waktu ke waktu kenaikannya tipis atau flat sehingga habis ditelan inflasi," ujar dia.

Hal ini pula yang menurunkan minat buruh tani sehingga beralih menjadi buruh bangunan yang memiliki upah nominal lebih tinggi.

Kemudian, BPS mencatat kenaikan penduduk miskin di perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaaan. Persentase penduduk miskin di perkotaan pada September tercatat 7,88%, naik dibandingkan Maret 2020 sebesar 7,38%. Sementara, penduduk miskin di pedesaan pada September sebesar 13,20%, naik dibandingkan Maret 2020 sebesar 12,82%.

Namun, persentase tersebut menunjukkan ada disparitas tinggi antara kemiskinan di kota dan desa. "Dan sumber utama dari rumah tangga miskin di Indonesia adalah petani," kata Suhariyanto.

Berikut Databoks perkembangan inflasi di Indonesia: 

Selain itu, peningkatan produksi pertanian tidak membuat pendapatan petani meningkat. Nilai Tukar Petani (NTP) pada 2020 hanya naik tipis sebesar 0,74% dibandingkan 2019. Kenaikan NTP utamanya terjadi pada NTP tanaman perkebunan. Hal ini terjadi karena ada lonjakan harga minyak sawit pada akhir 2020.

Selama pandemi, para tenaga kerja di perkotaan yang kehilangan kerja beralih ke desa untuk menjadi petani. Direktur Indef Tauhid Ahmad menilai, kondisi ini akan meningkatkan beban bagi sektor pertanian. 

Di sisi lain, penambahan tenaga kerja tersebut menunjukkan sektor pertanian menjadi sektor bantalan saat krisis pandemi. Namun, hal ini diperkirakan hanya berlaku untuk sementara waktu.

"Kalau situasi pulih, saya kira dengan sendirinya pekerja di sektor pertanian berkurang," ujar dia.

Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...